Anies Gandeng Cak Imin di Pilpres 2024, PCNU Jombang Pastikan Ikuti Ketum PBNU

Ketua PCNU Jombang, Kiai Haji Fahmi Amrullah Hadzik
Sumber :
  • Elok Apriyanto / Jombang

Jombang, VIVA – Usai mendeklarasikan diri sebagai pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres), di hotel Majapahit Surabaya, pada Sabtu 2 September 2023 kemarin. Pasangan Anies Rasyid Baswedan serta Muhaimin Iskandar (Cak Imin) bakal maju dalam Pilpres 2024 nanti.

Kantor Imigrasi Malang Gelar Rakor Cegah PMI Non Prosedural Berangkat Luar Negeri

Duet Anies-Cak Imin (Amin) itu, mendapat respon dari kalangan kiai di Jombang. Mengingat Cak Imin merupakan salah satu tokoh dalam Nahdlatul Ulama (NU). Selain itu, Cak Imin merupakan cucu dari salah satu pendiri NU yakni Kiai Haji Bisri Syamsuri, Denanyar, Jombang.

Meski, Cak Imin merupakan tokoh NU, tidak semua kiai di Jombang, bakal mendukung Cak Imin di perhelatan Pilpres mendatang. Karena, seluruh kiai di NU, sudah mendapat wejangan dari ketua Ketum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya.

Berpotensi Diusung Partai Besar, Kades di Jombang Fix Direkom PKB jadi Bacabup

Seperti diungkapkan oleh ketua PCNU Jombang, Kiai Haji Fahmi Amrullah Hadzik. Menurut Gus Fahmi, kiai-kiai NU yang masuk dalam struktural NU, pastinya tidak akan mengikuti urusan dukung mendukung Capres maupun Cawapres dalam Pilpres nanti. Termasuk mendukung pasangan Amin.

"Saya kira kyai-kyai NU yang struktural NU, sudah pasti mengikuti instruksi dari PBNU, melalui Ketum (Gus Yahya) yang menyatakan tidak ada calon presiden atau cawapres yang mengatasnamakan NU. Artinya, secara struktural kita terikat dengan jamaiyah dan organisasi," kata Gus Fahmi, Selasa, 5 September 2023.

Di Momen Hatkitnas, Pj Wali Kota Malang : Kita Dukung Indonesia Emas

Ia pun mengaku untuk pasangan Amin, sikap politik para kiai NU, secara pribadi juga beragam. Mungkin ada yang mendukung, mungkin juga ada yang tidak mendukung sama sekali.

"Tapi kyai-kyai kultural bisa jadi ada yang mendukung ada juga yang tidak mendukung," ujar Gus Fahmi. 

Ia menegaskan, untuk dukungan pilpres sejak dari zaman dahulu, warga NU, sulit untuk disatukan, begitu juga para kiai-kiai dari NU. Dan hal itu merupakan suatu hal yang biasa di dalam NU.

"Dan saya pikir untuk urusan yang satu ini (dukungan Pilpres), NU itu tidak pernah bisa untuk disatukan. Mungkin urusan caleg, urusan apa bisa, tapi urusan politik soal presiden dari dulu memang tidak bisa disatukan warga NU itu, jadi saya pikir kyai-kyai NU pun ya seperti itu (tidak bisa disatukan)," tutur Gus Fahmi. 

Gus Fahmi mengaku pihaknya juga memiliki dukungan sendiri secara pribadi, terhadap salah satu capres-cawapres. Namun dukungan itu tidak untuk diketahui publik termasuk para kader dan warga NU.

"Secara pribadi, itu kan hak politik setiap orang. Tapi saya kan punya pilihan sendiri, namun hal itu adalah rahasia, karena kalau saya ungkap ke publik saya kan nantinya juga melanggar," kata Gus Fahmi.

Namun sebagai ketua PCNU Jombang, ia tidak diperbolehkan untuk terlibat dalam urusan dukung mendukung capres maupun cawapres, termasuk cucu pendiri NU.

"Tapi yang jelas sebagai ketua PCNU, tidak bisa mendukung masing-masing pasangan capres-cawapres, karena kami terikat aturan," ujar Gus Fahmi, yang merupakan Khadim pondok pesantren putri Tebuireng.

Dalam pandangannya, pasangan Anies-Cak Imin, dianggap sebagai pasangan yang cocok. Apalagi Cak Imin sudah lama butuh gandengan untuk maju sebagai Capres atau Cawapres. 

"Ya sudah klop lah. Karena pak Muhaimin ini kan sudah sejak lama (nyalon presiden) tapi gak ada yang gandeng. Dan pak Anies sudah ada yang mendeklarasikan. Tapi PKB itu maunya Cak Imin itu yang jadi capres. Tapi kalau sendiri kan gak mungkin, karena harus berkoalisi dengan partai lain. Jadi kalau saya pikir ini yang pas buat mereka (Anies-Cak Imin)," tutur Gus Fahmi. 

"Walaupun banyak sekali hal-hal yang bertentangan, namun dalam politik itu tidak ada yang abadi. Karena yang ada kepentingan itu tadi. Mungkin dulu gak cocok dengan pak Anies karena pak Anies dianggap radikal dianggap ini, namun saya pikir dalam politik siapapun, yang bisa memberikan suara, baik orang yang soleh, orang yang jahat, asalkan bisa memberikan suara, itulah politik," tambah Gus Fahmi.