Kejari Batu Bantah Pernyataan Kades Oro-Oro Ombo Terkait Pendampingan Hukum Tanah Lapangan
- VIVA Malang / Galih Rakasiwi
"Kami sudah meminta pendapat dari kejaksaan sebelum mengambil keputusan ini. Dalam rapat, kami juga mengundang Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pemilik lahan sebelumnya untuk membahas penyelesaian yang terbaik," katanya.
Salah satu pertanyaan besar dalam kasus ini adalah alasan pemerintah desa mendapatkan bagian Rp8,5 miliar dari hasil penjualan jika tanah tersebut memang milik perorangan.
Wiweko menjelaskan bahwa tanah ini sebelumnya memang difungsikan sebagai lapangan pengganti lapangan lama, meskipun secara administratif tidak ada dokumen resmi yang mengukuhkannya sebagai aset desa.
"Dulu tanah ini disebut-sebut sebagai pengganti lapangan lama, tetapi tidak ada dokumen yang menyatakan bahwa tanah ini diserahkan secara resmi untuk menggantikan lapangan yang hilang. Akhirnya, tanah ini dipakai oleh masyarakat selama bertahun-tahun," ujarnya.
Wiweko juga mengingat bagaimana warga pernah berdemonstrasi saat lapangan lama diminta oleh perangkat desa kala itu.
"Saya juga ikut demonstrasi saat masih muda dulu. Kalau tidak ada aksi itu, mungkin desa kita tidak punya lapangan sama sekali," katanya.
Kemudian, dalam musyawarah desa, disepakati bahwa dana Rp8,5 miliar yang diterima desa akan digunakan untuk pembangunan lapangan baru dengan standar nasional di atas tanah yang sudah jelas statusnya sebagai aset desa Oro-Oro Ombo.