Kejari Batu Bantah Pernyataan Kades Oro-Oro Ombo Terkait Pendampingan Hukum Tanah Lapangan
- VIVA Malang / Galih Rakasiwi
Seorang sumber yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kekhawatirannya atas penjualan tanah tersebut.
"Yang jadi pertanyaan banyak pihak, apakah tanah tersebut merupakan aset desa yang dijual? Ataukah sejak awal tanah itu memang milik perorangan?" ujarnya.
Menurutnya, jika tanah tersebut adalah aset desa, maka proses penjualannya seharusnya melalui mekanisme yang lebih ketat. Sebaliknya, jika tanah itu milik pribadi, timbul pertanyaan mengenai alasan pemerintah desa mendapatkan bagian hingga Rp8,5 miliar dari transaksi tersebut.
"Saya harap aparat penegak hukum menyelidiki kasus ini, karena ada indikasi kejanggalan. Harus dipastikan status kepemilikan tanah tersebut agar tidak terjadi penyelewengan," tuturnya.
Terpisah, beberapa waktu lalu, Kepala Desa Oro-oro Ombo, Kota Batu Wiweko menerangkan bahwa tanah tersebut secara administratif bukan merupakan aset desa, melainkan milik pribadi.
"Sertifikat tanah itu memang bukan atas nama desa, tetapi milik orang lain. Kami sudah mengurus ini selama lima tahun agar bisa dinyatakan sebagai aset desa, tetapi pemiliknya tidak mau menyerahkan karena merasa telah ditipu oleh perangkat desa sebelumnya, yang sekarang sudah almarhum," kata Wiweko, Kamis, 30 Januari 2025 silam.
Karena status kepemilikan tanah tidak bisa dialihkan ke desa, pemerintah desa berupaya mencari solusi melalui musyawarah desa (Musdes) dan musyawarah dusun (Musdus). Hasilnya, warga sepakat untuk menjual tanah tersebut dan sebagian besar hasilnya diberikan kepada desa.