Kejari Jombang Amankan Uang Rp2,6 Miliar dari Penghuni Ruko Simpang Tiga

Uang kerugian negara pada perkara ruko simpang tiga.
Sumber :
  • VIVA Malang (Elok Apriyanto/Jombang)

Jombang, VIVA – Dalami kasus dugaan penyimpangan pada penggunaan aset milik Pemerintah Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Kejaksaan Negeri Jombang amankan uang senilai Rp2,6 miliar.

Dalami Kasus Dugaan Korupsi Anggaran Mamin, Kejaksaan Jombang Periksa 5 Anggota Satpol PP

Uang tersebut diamankan dari seluruh pengguna bangunan ruko simpang tiga yang sudah habis masa penggunaan Hak Guna Bangunan (HGB), sejak tahun 2016 silam.

Kepala Kejaksaan Negeri Jombang, Agus Chandra mengatakan uang senilai Rp2,6 miliar tersebut diamankan dari seluruh pengguna ruko simpang tiga, sejak adanya temuan BPK pada tahun 2022 silam.

Buntut Penutupan Paksa Pemkab Jombang, Puluhan Pekerja di Ruko Simpang Tiga Protes

"Uang sebesar Rp2,6 miliar ini merupakan pembayaran yang dilakukan oleh eks pemegang HGB diatas HPL (hak pengelola), pada Pemda. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, pada tahun 2022, yang kemudian ditindaklanjuti oleh sekda untuk dilakukan penagihan," kata Agus, Selasa, 10 September 2024.

"Pada saat itu BPK menyatakan kurang lebih ada Rp5 miliar, tapi kami baru memperoleh pembayaran dari eks pemegang HGB diatas HPL, sebesar Rp2,6 miliar, ini baik melalui khas daerah dan juga melalui jaksa penyidik," ujarnya.

Belajar Tata Kelola, Toya Wening Surakarta Berkunjung ke Perumdam Tirta Kencana

Lebih lanjut Agus menyebut bahwa pada proses penyidikan atas dugaan korupsi pada penyimpangan aset daerah ini tidak diketemukan unsur kerugian negara, maka proses penyelidikan yang dilakukan penyidik Kejaksaan dihentikan.

"Karena perkara ini, untuk kerugian uang negara kaitannya dengan tindak pidana korupsi penyimpangan dalam penggunaan aset daerah berupa ruko ini tidak cukup bukti, untuk keuangan negara maka ini semuanya akan kami serahkan setelah proses administrasi penghentian terhadap tindak pidana korupsi dalam kasus ruko simpang tiga ini selesai dilakukan," tuturnya.

Lebih lanjut pihaknya menjelaskan, bahwa sisa uang pembayaran yang masih belum dibayarkan oleh eks pemegang HGB diatas HPL Pemkab Jombang ini akan dilakukan tindakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Sisanya tentu kita masih memiliki instrumen lain, dalam rangka penyelesaian dan saya sudah komunikasi dengan Pemkab Jombang, untuk bersama-sama dengan Kejaksaan untuk melakukan identifikasi dan inventarisasi eks pemegang HGB diatas HPL, setelah HGB habis diatas HPL tahun bulan November 2016," kata Agus.

"Karena kita tahu, bahwa sebenarnya 2016 itu, tidak semua ruko digunakan. Sehingga tidak semua memiliki piutang terkait dengan pemanfaatan ruko tersebut. Dan ini tugasnya dinas perdagangan dan perindustrian, sebagai pengguna barang, yang kami harap bisa berkolaborasi, dengan kejaksaan untuk menginventarisasi agar bisa diselesaikan masalah piutang pada Pemkab Jombang," ujarnya.

Ia pun menegaskan hampir semua eks pemegang HGB diatas HPL milik Pemkab ini telah melakukan pembayaran namun pembayarannya sesuai dengan keputusan dari BPK, mulai dari Rp5 juta hingga Rp19 juta per tahun.

"Semuanya membayar, cuman sebagian besar ini membayar Rp5 juta, karena kita tahu bahwa, kasus posisi dari penggunaan ruko simpang ini kan simpang siur, setelah kurang lebih 8 bulan saya dalami, kami menjadi jelas, bahwa setelah habis masa berlakunya HGB diatas HPL bulan November 2016, maka tanah ini harus dikembalikan kepada pemkab," tuturnya.

"Dan bangunan hasil kerjasama, menjadi milik pemerintah Jombang, dan apabila para penghuni ini, akan melanjutkan penggunannya, seharusnya dapat dengan cara sewa, tetapi sejak 2016, ada laporan penerimaan dari BPK, mereka langsung dipotong ada piutang total Rp5 miliar, nah inilah yang harus kita lakukan," kata Agus.

Setelah dilakukan komunikasi dengan BPK, memang pada saat itu, pihak BPK memukul rata, dengan biaya sewa per tahun Rp19 juta sampai Rp22 juta rupiah pada 55 orang pemegang HGB diatas HPL milik Pemkab Jombang, sejak 2016 hingga 2021.

"Ini dipukul rata, 55 per tahun Rp19 juta sampai Rp22 juta, kali sampai dengan periode 2021," ujarnya.