Model Pembelajaran Kelas Rangkap Jadi Strategi Atasi Kekurangan Guru

Pembelajaran literasi di Kelas Rangkap I dan II SDN Ngadisari 2.
Sumber :
  • Istimewa

“Sisi positifnya, guru semakin kreatif dengan membuat materi yang hampir sama walaupun kompetensi dasar anak berbeda antarkelas,” tutur perempuan kelahiran Semanu, Gunungkidul, ini.

Sharing Bersama SahabatKA Lewat Halal bi Halal KiriminAja

Bagi siswa, interaksi sosialnya semakin tampak. Ketika kelas masih terpisah, banyak siswa yang tidak mau berbaur dengan temannya. Sejak kelas I digabung dengan kelas II, kelas III dengan kelas IV, serta kelas V dan kelas VI, komunikasi antarmurid semakin bagus.

Karena tahu materi apa saja yang disampaikan di dalam kelas, akhirnya terbentuk rasa toleransi yang tinggi. Bagi anak-anak yang kemampuannya kurang akan didampingi oleh temannya yang berkemampuan cukup. Di akhir hari, tidak ada anak yang minder karena merasa kemampuannya kurang.

Pelanggan di Stasiun Malang Meningkat 30 Persen saat Libur Panjang Akhir Pekan

Semangat belajar mereka juga semakin tinggi. Jika dipisah, semangatnya berkurang karena dalam satu kelas bisa hanya terdiri dari tiga siswa saja. Kalau digabung, dalam satu kelas bisa menjadi 10 siswa sehingga terpicu untuk mau belajar.

Kelas Rangkap juga menjalin adanya kolaborasi, tetapi bukan kompetisi antarsiswa. Seperti kejadian sesungguhnya di SDN Ngadisari 2. Ada anak kelas I sudah pintar membaca, tetapi ada siswa kelas II yang belum lancar membaca.

Jangan Lewatkan! Live Streaming Indonesia vs Guinea di FIFA Plus, Vision+ dan RCTI+

“Mereka saling memberikan penguatan kepada temannya. Di sinilah terjadinya tutor sebaya. Maka, tidak boleh saling mem-bully siswa yang kurang lancar membaca,” kata Marsini.

Atasi Kekurangan Guru 

Halaman Selanjutnya
img_title