2030, Ada 40 Juta Lapangan Kerja Baru dari Ekonomi Hijau

2030, Ada 40 Juta Lapangan Kerja Baru dari Ekonomi Hijau
Sumber :
  • pixabay

Malang – Berdasarkan studi McKinsey, pada tahun 2030 mendatang, sebanyak 30 persen pekerja global akan tergantikan oleh otomatisasi. Bahkan, pekerjaan administrasi juga nantinya akan tergantikan oleh teknologi Artificial Intellegent (AI). Selain, itu, sektor industri Sumber Daya Alam (SDA)juga secara perlahan akan transisi menuju industri hijau. 

Primitive Chimpanzee Kembali Gebrak Pentas Musik Malang Lewat Konser Tunggal

“Satu sisi, ini akan ada pekerjaan yang hilang. Namun secara positif, ada penciptaan lapangan kerja baru ketika dunia melakukan transisi menuju ekonomi hijau. Badan Energi Internasional menghitung, ada 40 juta lapangan kerja yang akan tercipta dari ekonomi hijau di tahun 2030," ujar Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Arsjad Rasjid dilansir dari Viva.co.id.

"Indonesia yang memiliki generasi muda usia produktif atau bonus demografi harus memanfaatkannya. Ini kekuatan kita,” kata dia.

Menkop UKM Teten Masduki Puji Kontribusi MCC dalam Geliat Ekraf di Malang

Arsjad memprediksi, di Indonesia, akselerasi teknologi 4.0 memiliki potensi untuk mendorong produktivitas dan menghasilkan keuntungan hingga 70 bagi perusahaan, menciptakan 20 juta lapangan kerja baru dan menciptakan tambahan 120 miliar dolar AS dalam output ekonomi tahunan.

"Hal ini merupakan momentum sekaligus peluang yang mesti kita siapkan untuk mencapainya," ujar dia.

Ada Desakan Jadi Dirut Tugu Tirta, Samsul Pilih Komitmen di Perumda Tirta Kanjuruhan

Sementara itu, dari Survei IMD World Digital Competitiveness Ranking 2021 menempatkan Indonesia pada peringkat 37 dunia dari total 64 negara. Data tersebut memperlihatkan Indonesia masih kalah dari segi daya saing digital bila dibandingkan beberapa negara di Asia Tenggara. Rendahnya kualitas tenaga kerja yang belum mampu merespons perkembangan kebutuhan pasar kerja, menjadi salah satu penyebab produktivitas dan daya saing Indonesia masih tertinggal.

Padahal, tenaga kerja Indonesia harus mampu beradaptasi di era revolusi industri 4.0 ini. Untuk itu, agar SDM tetap mampu bersaing di era digital, perlu menambah skill dengan cara reskilling atau upskilling. Peningkatan lapangan pekerjaan juga harus sejalan dengan peningkatan investasi. Tidak hanya keterampilan baru, tetapi keterampilan yang dibutuhkan untuk industri masa depan. 

“Jelas, kita tidak bisa melakukan ini sendirian. Kemitraan publik-swasta yang lebih erat diperlukan agar komunitas bisnis dapat berkontribusi untuk menyesuaikan transisi ini. Industri harus bisa berkolaborasi lebih praktis dengan pemerintah untuk merancang kurikulum yang sesuai kebutuhan industri di masa depan,” jelas Arsjad.

Sementara itu, Chair of B20 Indonesia Shinta Kamdani mengatakan mengenai gambaran dunia bisnis dan industri di masa depan, termasuk soal sektor ketenagakerjaan yang selama pandemi sekitar 25 persen sudah bergeser, dari awalnya bekerja secara manual menjadi digital atau otomasi. Shinta menjabarkan, jika tidak segera beradaptasi dengan pergeseran ini, sektor tenaga kerja akan mengalami krisis yang luar biasa. 

“B20 Indonesia memiliki legacy yang merupakan upaya kolaboratif berkelanjutan negara-negara G20 guna memecahkan tantangan global dan mencapai pertumbuhan berkelanjutan. Ada enam legacy yang disiapkan antara lain Carbon Center of Excellence, Global Blended Finance Alliance, B20 Wiki, One Global Women Empowerment, digitally enabled “Always On” global pathogen monitoring system, serta global One Shot campaign,” ujar Shinta.