Ini yang Harus Dilakukan Startup Agar Bebas dari Tsunami PHK

Ini yang Harus Dilakukan Startup Agar Bebas dari Tsunami PHK
Sumber :

Malang – Belakangan ini, fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan perusahaann rintisan atau startup banyak diperbincangkan. Agar hal ini tak terus menerus terjadi, sejumlah startup yang masih bertahan harus menyusun strategi baru.

24Slides, Nema Production dan Meja Kita Menangkan Turnamen Adu Raket

Managing Plug and Play Indonesia Wesley Harjono, mengatakan, setiap startup harus melakukan penyelarasan karyawan. Salah satunya, memprioritaskan internal hiring.

"Selain itu, juga kemungkinan penataan kembali peran, yang didukung dengan training dan upskilling untuk karyawan," kata dia.

Asandra Salsabila Bikin Career Fair 2023 Demi Masa Depan Anak-anak Muda

Diharapkan, dengan adanya strategi baru tersebut, startup bisa melakukan inovasi dan beradaptasi dengan kondisi transisi pandemi.

"Sehingga dapat melakukan role transition dengan baik, dan mulai melakukan inovasi dari sisi produk dan model bisnis, mengacu pada situasi dan habit target customer mereka di post-pandemi ini." ungkap dia.

Fokus Edukasi Minimalisir Penolakan Daftar Merek, Mebiso Gunakan DHA

Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, ada beberapa faktor penyebab startup melakukan PHK massal terhadap karyawannya. 

Bendahara Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani, mengatakan, keputusan tersebut merupakan hal yang biasa terjadi dan merupakan dampak dari keputusan bisnis yang belum tepat.

Edward menilai, hal tersebut adalah sebuah kulminasi dari 'trial and error' yang telah dicoba sejak beberapa waktu lalu. Sehingga terbukti harus dilakukan perubahan.

"Saya enggak bilang salah, tapi keputusan bisnis dalam arti apakah bisnis modelnya belum tepat atau target market-nya masih salah, atau ada value change yang mereka fokusnya terlalu lebar," kata pria yang juga Managing Partner Ideosource Venture Capital ini.

sementara itu, Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (Idiec) M. Tesar Sandikapura mengatakan, sejauh ini, banyak startup yang hanya fokus pada perolehan transaksi dan valuasi, bukan profit. Menurut Tesar, hal ini sudah diprediksi sejak lima tahun terakhir. 

"Ini kesalahan kelompok bukan founder, CEO atau siapa, tetapi kolektif termasuk investor. Mengurangi karyawan itu hanya membantu 20-30 persen terhadap total biaya operasional atau operating expenses [opex]. Sisanya itu yang harus dibabat. Jadi kalau mau benar dia harus melakukan pencarian bisnis model baru yang lebih tepat sasaran dan lebih jelas profitnya," tegas dia.

Selama ini, kata Tesar, model bisnis yang kerap dilakukan startup adalah 'bakar uang' dan bukan mengejar profit layaknya bisnis sesungguhnya. Selama lima sampai 10 tahun terakhir, startup hanya mengejar omzet, transaksi serta valuasi saja. Seperti yang dilakukan Gojek, Bukalapak dan unicorn lainnya.

Tesar menguraikan, jika startup masih menggunakan model bisnis tersebut, akan ada satu titik dimana perusahaan tersebut akan terhambat karena cash flow-nya berkurang. Apalagi, revenue yang didapat kebanyakan dari investor, bukan dari profit. 

"Mereka bisnis modelnya mengejar valuasi, omzet dan transaksi yang tinggi, bukan profit. Ini pasti diujung akan terguling ketika investor tidak menyuntikkan dananya lagi," tandas dia.

Sebagai informasi, Zenius mengumumkan adanya PHK terhadap 25 persen karyawannya atau lebih dari 200 karyawan. Sementara itu, PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) atau LinkAja juga melakukan reorganisasi yang berdampak pada PHK sejumlah karyawan yang berjumlah kurang dari 200 orang. Sedangkan, startup JD.ID juga mengambil langkah serupa.

Tidak hanya itu, Robinhood juga memangkas 300 karyawan, begitu juga Netflix yang melakukan PHK 150 pegawai, dan Cameo memangkas 87 pegawainya.