Kisah Irul Nyalakan Literasi di Pelosok Desa hingga Sukses Berdayakan Warga

Nyala literasi dari KBA Sukolilo Malang
Sumber :
  • Republik Gubuk

Malang, VIVA Desa Sukolilo terletak di Kecamatan Jabung, wilayah sisi timur Kabupaten Malang yang berdekatan dengan lereng Gunung Bromo. Di desa ini, nyala literasi tak pernah padam. Lewat sebuah tempat yang dinamakan gubuk baca, Fachrul Alamsyah alias Irul menyebarkan virus positif literasi hingga bisa memberdayakan warga.

Eko Cahyono si Pembawa Cahaya Dari Malang Untuk Membuka Jendela Dunia

Menggunakan slogan “Alam Raya adalah Buku dalam Bentuk Lain”, Irul merasa pendidikan tidak melulu tentang belajar di gedung-gedung bertingkat, ruangan ber-AC, hingga fasilitas-fasilitas lain yang menunjang suatu pendidikan tersebut. 

Berlandaskan pada fenomena pendidikan di Malang yang kurang merata, Gubuk Baca Lentera Negeri (GBLN) digagasnya menjadi wadah bagi siapapun yang ingin belajar di kampung.

Danamon Bagikan Literasi Keuangan kepada Mahasiswa Universitas Brawijaya

Dalam komunitas tersebut, tidak ada batasan usia maupun persyaratan-persyaratan yang menjadi penghambat mendapatkan sebuah ilmu pendidikan. Mengajak orang-orang untuk terus gigih dalam belajar, militan dalam berdedikasi, kesengsaraan yang berubah menjadi suatu keasyikan, hingga memberi peran kepada masyarakat. Juga mengajak untuk lebih berdaya melalui seni budaya dan keterampilan yang terasah.

Desa Sukolilo sendiri ditetapkan menjadi salah satu kampung binaan dalam program Kampung Berseri Astra (KBA) sejak 2018. Terpilihnya Sukolilo sebagai KBA bermula dari dedikasi irul dan rekan-rekannya untuk menggiatkan literasi di desa melalui wadah sederhana dan terus dijaga.

Tingkat Literasi Keuangan Kota Malang Cukup Tinggi

Upayanya membangun sumber daya manusia (SDM) bermula dari gagasan ingin membuka wawasan anak kampung. Tak disangka, akhirnya menjadi budaya yang dapat mendongkrak pemikiran, kesehatan sampai perekonomian warga. 

Isi kepala Irul memunculkan ide awal untuk mencerdaskan anak-anak kampung Sukolilo melalui membaca. Dari membuat pustaka keliling kampung, juga ngemper di teras-teras rumah dekat tempat anak-anak bermain.

“Kalau dulu pertama kali, anak mudanya yang lihat cuek, lalu penasaran dan berempati, kemudian mau diajak berembuk, gotong royong membangun gubuk untuk membaca,” ungkap Irul.

Gubuk baca dibuat sebagai ruang sederhana dengan sedikit koleksi buku dan permainan. Gubuk baca menjadi wadah berkumpulnya pemuda dan anak-anak. Irul juga awalnya mengharapkan agar ruang untuk anak-anak dan pemuda itu berhasil memberi manfaat dengan mengangkat daya literasi.

Seakan ingin menepis stigma orang-orang kampung di Sukolilo yang terlihat ‘sangar’ atau ‘kurang baik’ dipandang sebelah mata, Irul dengan Komunitas GBLN perlahan mampu mengubah mindset warga Desa. 

Nyala literasi dari KBA Sukolilo Malang

Photo :
  • Republik Gubuk

Kampung tempat Irul berada sebelumnya juga dikenal dengan banyaknya preman, maling, dan stigma negatif lain yang mengikuti. Hal tersebut berupaya terus digerus melalui banyak cara yang unik.

Beranggotakan sekitar 20 orang yang Irul kumpulkan sebagai pencetus utama, komunitas ini berupaya memberikan pendidikan karakter kepada adik-adik yang datang ke gubuk baca. Banyak juga ilmu-ilmu tentang kehidupan lainnya. Uniknya, cara penyampaiannya bisa dari apa saja. 

Salah satunya melalui permainan/budaya tradisional, seperti bermain egrang, sepak bola lumpur, tari sufi, tari topeng malangan, sampai sekolah di alam.

Lambat laun, warga setempat mulai merasakan dampak positif dari adanya gubuk baca ini, khususnya bagi anak-anak mereka. Banyak anak-anak di Desa Sukolilo yang minim akan pengetahuan. Adanya gubuk baca ini menjadi sarana edukasi & sharing antara para relawan GBLN kepada bocah-bocah setempat.

Irul terus mengedukasikan keyakinannya bahwa dari gerakan gemar membaca yang diwadahi dalam Gubuk Baca itu merupakan ikhwal pintu gerbang membuka cakrawala wawasan. Bagi komunitasnya, membaca bukan hanya buku, tapi ‘membaca’ situasi kondisi juga termasuk membaca. 

Ia juga merencanakan Gubuk Baca ini sebagai kawah Candradimuka, yang menggembleng para pemuda menjadi leader dan agen perubahan.

Seiring berjalan, gubuk baca ternyata melahirkan segudang manfaat. Di antaranya anak-anak kampung menjadi berkutat di gubuk, tanpa harus keluyuran kemana-mana. Para pemuda mengasuh adik-adiknya, menjadikan mereka minim terpapar hal-hal negatif yang merusak.

“Para pemuda mau pacaran, atau mau mabuk-mabukan jadi segan, karena ada anak-anak kecil di dekat mereka. Pemabuk desa pun menjadi berkurang. Di samping itu para pemuda kalau malam kumpul juga disitu, hingga maling mau nyuri enggan,” jelas Irul.

Lantaran mulai awal ia menekankan pembangunan Gubuk Baca harus atas dasar kesadaran bersama, dan harus didasari pula dengan semangat gotong royong warga kampung sekitar, maka rasa memiliki Gubuk Baca ini sangat tinggi.

Irul yang awalnya berjuang sendiri, meyakinkan program komunitasnya sangat baik untuk kebaikan ke depan. Lantas kemudian memberi pendampingan dari titik nol.

“Alhamdulillah program literasi ini terus bergerak dan berkembang. Disamping minat baca anak-anak dan masyarakat yang ternyata cukup tinggi,” ujar bapak satu anak ini.

Perkembangan gubuk baca perlahan terus terlihat. Menyebarkan virus gubuk bertema literasi ke kampung-kampung lain dengan kekhasan masing-masing. Gubuk baca binaan yang terhubung dengan GBLN pun bermunculan dan memancing pemuda desa di Kecamatan Jabung ikut terhegemoni oleh gerakan komunitas baca ini.

Tak disangka, saat ini telah ada 14 Gubuk Baca dari 16 kampung di wilayah Kecamatan Jabung. Isinya mencapai 400 anak dan pemuda kampung yang rutin bermain dan berkumpul.

''Kalau di Desa Sukolilo sendiri di tiap kampung dan gang sudah ada Gubuk Baca,” ungkapnya.

Uniknya, gubuk baca di tiap kampung memiliki nama sendiri-sendiri sesuai tonjolan ikon masing-masing. Seperti Gubuk Baca Puring, Gubuk Baca Egrang, Gubuk Baca Gang Tato, Gubuk Baca Anak Alam, Gubuk Baca Lepen Sabin, dan lain sebagainya. Kini anggota aktif dari 14 Gubuk Baca itu lebih dari 200 orang. 

Irul mengenalkan literasi dengan bermain

Photo :
  • Republik Gubuk

“Rata-rata yang menamai anak-anak sendiri, saya nggak begitu andil. Jadi anak-anak bangga dengan kampung mereka,” tambah Irul.

Dalam menghadapi beragam kendala pemberdayaan Gubuk Baca, Irul yakin bisa melewati semua arah kebaikan pasti ada aral melintang. Salah satu tantangan programnya adalah gadget yang sudah merambah ke anak-anak desa, hingga minat baca jadi berkurang.

Juga pemerintah desa setempat yang kurang perhatian, dan mengangggap program ini kurang penting bagi mereka. Padahal fasilitas pendukung semua Gubuk Baca sangatlah kurang, terutama dalam jumlah pengadaan buku yang masih jauh dari kata memadai.

Sekali waktu Irul sempat frustasi, lantaran semangatnya yang menggebu-gebu dalam menggairahkan literasi harus terkendala minimnya fasilitas. Namun, kerja kerasnya untuk mewujudkan pemberdayaan masyarakat lewat gubuk-gubuk literasi berbuah kebaikan.

Gerakan kolektif yang dibangun masif oleh Komunitas GBLN dilirik program Kampung Berseri Astra (KBA) di tahun 2018. Tim Astra memilih Sukolilo sebagai kampung binaan satu-satunya di Kabupaten Malang. 

Bak gayung bersambut, pihak Astra pun tertarik untuk turut berpartisipasi memberdayakan secara lebih maksimal dengan beberapa program yang disiapkan.

Tak berhenti disitu, akhir tahun 2019 lalu KBA mencanangkan Desa Sukolilo menjadi desa wisata edukasi. Dengan ragam Gubuk Baca dan aktivitasnya, ada upaya mengangkat budaya kearifan lokal, seperti Topeng Panji.

Desa Sukolilo juga mengembangkan sentra batik Jabung, yang warganya didorong untuk memproduksi batik khas Malang ini dengan khusus mendatangkan instruktur batik yang difasilitasi oleh Astra. Dengan begitu pilar ekonomi di desa ini akan tegak berdikari. Sebanyak 2 Gubuk Baca kemudian dibangun Astra, akan dijadikan Kampus Rakyat.

“Program ini sudah disetujui pemuda pengasuh dan warga, dimana seminggu sekali kami akan mendatangkan dosen untuk memberi kuliah disini, khususnya bagi pemuda Sukolilo yang belum sempat mencicipi bangku kuliah,” ucapnya.

Hadirnya Astra di Sukolilo memang membawa angin segar menyenangkan, namun lagi-lagi Irul harus berjibaku untuk meletakan fondasi sosial mengenai semangat kemanfaatan. Bahwa semua kegiatan ada atau tidak ada uangnya para pemuda desa Sukoliloh harus tetap ‘bergerak’.

“Kami berusaha menjaga mental dengan tidak terlalu berharap dengan proposal,” tandasnya.