UU ITE Dianggap Multitafsir, Kelompok Sipil di Malang Suarakan Revisi

Diskusi Terbuka Malang Bebas Berekspresi
Sumber :
  • Istimewa

Malang – Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dinilai multitafsir dan berbahaya bagi kebebasan berkespresi. Kelompok masyarakat di Kota Malang mendesak agar undang-undang ini segera direvisi. 

Viral Dugaan Pemerasan di Lawang, Polres Malang Lakukan Penyelidikan

Anggota Paguyuban Korban UU (Paku) ITE, Wadji mengatakan, bahwa UU ITE bila perlu dihapus saja. Dia menyebut bahwa UU ITE bisa menjerat siapapun. Maka dari itu, ia berharap ada revisi ataupun penghapusan terhadap UU ITE.

Wadji menuturkan, bahwa dia adalah mantan korban pidana UU ITE. Ceritanya, dia mengalami proses hukum karena postingan pesannya di sebuah grup. Pesannya dianggap menyinggung sebuah nama organisasi dan dituntut berdasarkan UU ITE Pasal 27 Ayat 3. Padahal subjek hukum Pasal 27 ayat 3 adalah seseorang bukan organisasi.

Wanita Muda Asal Jakarta Ditemukan Tewas di Bawah Jembatan Tunggulmas Kota Malang

Wadji bebas di tahapan kasasi. Pada vonis di tingkat pertama, Wadji divonis 3 bulan dan denda Rp10 juta. Ia kemudian banding ke pengadilan tinggi. Di pengadilan tinggi, hukumannya diperberat menjadi 5 bulan dengan denda Rp10 juta.

"Semuanya saya selesaikan sendiri. Saya meyakini kebenaran dan memperjuangkannya," katanya.

Aksi Pencuri 'Obok-Obok' Sekolah SMA di Jombang Terekam CCTV

Ada pula, Dian Patria Arum Sari dalam Diskusi Terbuka Malang Bebas Berekspresi yang diselenggarakan di Universitas Widyagama Malang, Sabtu, 10 Juni 2023. Dia menceritakan kasusnya dilaporkan ke polisi berdasarkan UU ITE. Menurutnya, UU ITE bias dan sangat mudah menjerat siapapun. 

"Ada sejumlah keterangan yang menurut saya tidak bisa dibuktikan. Saya juga dikaitkan dengan kematian orangtua pelapor dan itu tidak bisa dibuktikan. Belakangan saya ketahui kalau kematian itu terjadi dua tahun setelahnya," ujar Dian.

Halaman Selanjutnya
img_title