Tolak Anggapan Pertarungan Kiai dan Bu Nyai di Pilkada, PCNU Jombang : Mereka Politisi

Ketua PCNU Jombang, KH Fahmi Amrullah Hadzik atau Gus Fahmi.
Sumber :
  • VIVA Malang (Elok Apriyanto/Jombang)

Jombang, VIVA – Terdapat dua tokoh agama di pemilihan kepala daerah (Pilkada) Jombang, Jawa Timur, yang akan dilaksanakan pada tanggal 27 November nanti.

Pilbup Jombang, KPU Buka Lowongan KPPS

Dua tokoh agama itu adalah Nyai Haji Mundjidah Wahab, yang merupakan tokoh di pondok pesantren (ponpes) Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang. Dia masih dzuriyah atau keturunan KH Wahab Hasbullah.

Mundjidah merupakan pasangan calon bupati di pilkada Jombang yang didampingi oleh Sumrambah. Dan pasangan ini merupakan pasangan petahana di Pilkada Jombang. 

Warga Nganjuk Beli LPG di Jombang Sebabkan Kelangkaan, Ini Kata Pertamina

Selain itu, Mundjidah Wahab juga masih menjabat sebagai ketua PC Muslimat NU Kabupaten Jombang, masa khidmat 2022-2027.

Selanjutnya ada nama KH Salmanuddin Yazid atau Gus Salman pengasuh ponpes Babussalam Kalibening, Kecamatan Mojoagung, yang maju menjadi calon wakil bupati (cawabup). 

Jalankan Program Kemenkes, Puskesmas Tapen Kudu Jombang Terapkan ILP

Gus Salman, merupakan mantan Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jombang pada periode 2017-2022. Ia didapuk menjadi cawabup dari Warsubi, di Pilkada Jombang. 

Dengan majunya dua tokoh agama atau lebih tepatnya dua tokoh di kalangan Nahdliyin ini, mendapat respon dari Ketua PCNU Jombang, KH Fahmi Amrullah Hadzik atau Gus Fahmi.

Respon ini datang seiring dengan munculnya idiom pertarungan kiai dan Bu nyai di Pilkada Jombang, tahun ini.

Menurut Gus Fahmi, tak ada istilah pertarungan kyai dan Bu nyai di pilkada Jombang. Dan memang pada pilkada Jombang ini kebetulan ada kiai dan Bu nyai yang ikut kontestasi politik 5 tahunan tersebut.

"Sebenarnya kan kebetulan saja, calonnya ini ada kyai ada Bu nyai. Jadi ini bukan pertarungan antara Bu nyai dengan pak kyai, karena Bu nyai itu kan punya pak kyai, pasangannya pak kyai kan begitu," kata Gus Salman, Rabu 11 September 2024.

"Jadi saya pikir, ini sebaiknya dihindari istilah (idiom), ini pertarungan antara Bu nyai dan pak kiai, karena ketika sudah masuk ke ranah politik, katakanlah menjadi calon, maka sudah hilang Bu nyai nya, hilang pak kyai nya, mereka semua otomatis sudah menjadi politisi," ujar Gus Fahmi.

Ia pun mencontohkan istilah yang biasanya digunakan oleh wakil presiden Kiai Ma'ruf Amin, yang memunculkan istilah politik dengan kiai.

"Kemarin kan ada istilah politik kiai, dan kiai politik kalau gak salah itu kiai Ma'ruf Amin, yang menyatakan. Tapi kalau menurut saya, baik itu kiai politik, maupun politik kiai, ujung-ujungnya sama ya kekuasaan, itu saja sebenarnya, ujung-ujungnya sama," tuturnya.