Jurnalis Tidak Kebal Hukum

Diskusi kemerdekaan pers dalam perspektif hukum
Sumber :
  • Istimewa

Malang – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang Raya menggelar diskusi panel bertajuk Kemerdekaan Pers dalam Perspektif Hukum di Kemboja Canteen & Coffee, Kota Batu pada Senin 29 Agustus 2022. 

Arema FC Bersyukur Tidak Jadi Terlempar Dari Liga 1

Diskusi itu dibuka secara langsung oleh Pembina PWI Malang Raya, Arief Waworunto. Pemaparan materi disampaikan tiga narasumber, yakni Penyidik Satreskrim Polres Batu, Aipda Yudi Priyoutomo, kemudian Jaksa Pidum Kejari Batu, Abdul Ghofur dan Kepala Sekolah Jurnalistik Indonesia (SJI), Noordin Djihad.

Penyidik Satreskrim Polres Batu, Aipda Yudi Priyoutomo mengatakan Polri dan Dewan Pers telah menjalin nota kesepahaman untuk melindungi kemerdekaan pers. Selain itu, juga penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi jurnalis yang melenceng dari marwah pers.

529 Daftar jadi PPK Pilkada Jombang 

"Subyek hukum tindak pidana pers meliputi individu maupun badan usaha penyelenggara perusahaan pers. Sumber hukumnya mengacu pada UU nomor 40 tahun 1999 dan KUHP. Bukan berarti mereka kebal hukum," kata Yudi.

Ia mengatakan, jurnalis merupakan warga negara yang memiliki kedudukan yang sama dalam hukum. Sehingga kode etik jurnalistik menjadi acuan para jurnalis sebagai landasan moral agar menyajikan pemberitaan yang akurat dan proporsional.

Komitmen Berantas Korupsi, Pemkot Pasuruan Lakukan Penandatanganan Pakta Integritas

Bila terbukti melakukan tindak pidana seperti halnya pemerasan dengan mengatasnamakan profesi jurnalis maka dapat diproses secara hukum.

Namun, ada perlakuan berbeda apabila produk pemberitaan terseret dalam perkara hukum. Dalam hal itu, pihak kepolisian akan berkoordinasi dengan Dewan Pers maupun pengurus organisasi profesi jurnalistik.

"Kalau memang pelanggaran kode etik pers maka penyelesaiannya di ranah Dewan Pers. Tapi kalau sudah ditemukan mengarah pada unsur pidana prosesnya ada di ranah kepolisian," ujarnya. 

Jaksa Pidana Umum Kejari Batu, Abdul Ghofur mengungkapkan bahwa kemerdekaan pers bukan tanpa batas. Tetapi, adanya rambu-rambu yang dituangkan dalam kode etik profesi sehingga tidak berbenturan dengan perkara hukum pidana. 

''Sehingga, insan pers juga dituntut untuk memahami norma-norma hukum maupun kesusilaan," katanya.

Kepala SJI, Noordin Djihad mengulas terkait pasal-pasal karet UU nomor 11 tahun 2018 tentang Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE) yang berpotensi terjadinya kriminalisasi terhadap jurnalis dalam menjalankan kerja jurnalistiknya. Salah satunya, pasal yang disorot terkait frasa pencemaran nama baik.

Ada beberapa fokus pasal yang diberi pedoman implementasi UU ITE antara lain, pasal 27, 28, 29 dan 36. Pasal 27 ayat (3) maupun pasal 28 merupakan pasal karet yang dapat mempengaruhi kemerdekaan pers. Hal itu juga dapat dijadikan celah untuk menjerat jurnalis atas produk jurnalistiknya. 

Namun, dia mengingatkan adanya penandatanganan surat kesepakatan bersama (SKB) Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung dan Kapolri. SKB tersebut berisi tentang pedoman kriteria implementasi UU ITE yang bisa memberikan perlindungan terhadap kemerdekaan pers.

Dengan adanya penandatanganan SKB itu, ada perbedaan tegas antara produk jurnalistik dan yang bukan produk jurnalistik. 

Sebagaimana pada pasal 27 ayat (3) salah satu fokus pasal tersebut yang berbunyi 'Jika wartawan secara pribadi mengunggah tulisan pribadinya di media sosial atau internet, maka tetap berlaku UU ITE, kecuali dilakukan oleh institusi Pers maka diberlakukan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers'.

"Insan pers yang memproduksi karya jurnalistik tidak serta merta dipidanakan selama memegang teguh kode etik jurnalistik. Kegiatan kerja-kerja jurnalistik mengacu pada UU Pers," tuturnya.