Wabah PMK Serang Jombang, 231 Terjangkit 11 Ekor Mati

Petugas saat mengecek sapi di Jombang.
Sumber :
  • Elok Apriyanto/Jombang

Jombang, VIVA – Sedikitnya ada 231 sapi di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, yang terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Dari 231 ekor sapi itu, 11 ekor sapi dinyatakan mati akibat dari PMK.

Kejari Jombang Gandeng Inspektorat untuk Audit Proyek Pamsimas Mangkrak di Sumbermulyo

Berdasarkan catatan dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Jombang, pada awal bulan di tahun 2025, terdapat 41 kasus PMK.

Mochamad Saleh, Plt Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Jombang, mengatakan, ada 282 kasus terjadi pada Desember 2024 dan 41 kasus terjadi di Januari 2025. 

Aksi Pencurian Tas Warga Jombang saat Salat di Masjid, Terekam Kamera CCTV

"Dari jumlah 323 kasus sapi terjangkit PMK, 231 ekor saat ini masih dalam kondisi sakit. Sementara 31 ekor terpaksa disembelih dan 11 ekor dinyatakan mati. Dan untuk yang sudah dinyatakan sembuh dari PMK ada 50 ekor sapi," kata Saleh, Senin, 6 Januari 2025.

Lebih lanjut ia menegaskan penyebaran PMK di kota santri menyasar 19 kecamatan. Sementara 2 wilayah lainnya yakni, Kecamatan Perak dan Kecamatan Tembelang dinyatakan zona putih alias bebas PMK.

Di Kota Batu, 20 Ekor Terjangkit PMK 3 Diantaranya Mati

"Untuk penyebaraan di wilayah paling banyak terjadi PMK ada di Kecamatan Jogoroto, Kecmatan Jombang, dan Kecamatan Diwek. Untuk Kecamatan Tembelang sebelumnya ada 3 ekor sapi yang terjangkit. Namun saat ini sudah dinyatakan sembuh sehingga kasusnya nol," ujarnya.

Ia pun mengaku ada beberapa faktor yang menyebabkan penyebaran PMK yang masif pada akhir bulan di tahun kemarin. 

"Ada tiga penyebab utama, kenapa PMK ini muncul kembali dalam jumlah yang cukup lumayan ya di bulan Desember itu. Yang pertama karena memasuki musim hujan atau pergantian musim dari kemarau ke musim penghujan. Dimana kalau musim hujan terjadi kelembaban tinggi," tuturnya.

"Kemudian dengan masuknya musim penghujan, menjadi penyebab kekebalan hewan terhadap semua penyakit kondisinya akan menurun. Sehingga memudahkan penyebaran virus," kata Saleh.

Selain itu ia mengaku faktor vaksinasi juga mempengaruhi penyebaran PMK. Dimana seharusnya vaksinasi idealnya dilakukan 6 bulan sekali dengan skala cakupan 80 persen populasi wilayah atau daerah tertentu. "Akan tetapi saat ini masih rendah karena kemunculan PMK begitu cepat," ujarnya.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan upaya dini terkait penanganan penyebaran PMK di Kota Santri.

Upaya dini yang dilakukan pertama, semua petugas kalau ada laporan dari masyarakat untuk segera ditindak lanjuti.

"Kemudian, eliminasi penyebaran virus, maupun di kandang ataupun ada ditempat penampungan ternak, seperti di rumah potong maupuan pasar. Kemudian penyemprotan disinfektan ini yang mulai kita lakukan. Termasuk upaya menggencarkan vaksinasi yang minggu depan akan kita lakukan di Pasar Kabuh," tuturnya.

Sampai saat ini Saleh menyebut tidak ada gejala baru yang dilaporkan para peternak sapi terkait PMK. Akan tetapi untuk gejala pokok PMK yang disampaikan sama, yakni, sapi mengalami demam.

"Kemudian kedua mulut berliur dan luka-luka di mulut serta sakit di kaki. Kondisi ini juga membuat kepincangan dikaki sapi. Tapi gejala inikan ada maksimalis dan minimalis," kata Saleh.

Tak hanya itu, ia mengaku ada juga laporan masuk jika gejala yang terjadi saat ini minimalis, dimana air liur dari mulut sapi itu tidak banyak. 

"Kemudian, nafsu makannya menurun dan juga gejala lepuh-lepuh berkurang. Ini bisa dimungkinkan karena adanya sisa-sisa kekebalan dari vaksinasi sebelumnya. Tetapi karena kekebalan di bawah ambang batas yang ditentukan akhirnya gejala dasar tersebut masih timbul," ujarnya.