Kuasa Hukum Warga Sebut Perolehan Tanah Lapangan Sumberejo Batu Banyak Kejanggalan
- VIVA Malang / Galih Rakasiwi
Haidary menambahkan tidak mungkin seseorang yang sudah meninggal bisa mengurus sertifikat. Selain itu, warga juga mempertanyakan proses lelang yang dimenangkan oleh Menik Rahmawati pada tahun 2005.
"Namun, yang menjadi pertanyaan, mengapa eksekusi baru diajukan 17 tahun setelahnya, yaitu pada tahun 2022? Kalau memang dia membeli tanah itu lewat lelang, kenapa tidak mengecek dulu statusnya. Apalagi Bu Menik juga warga Kota Batu? Apalagi ini tanah fasilitas umum. Seharusnya dia bertanya ke pemerintah desa atau warga sebelum membeli," ujarnya.
Kemudian, menurut informasi yang didapat, sertifikat ini pernah dijaminkan ke Bank Yama oleh Haryo Sawunggaling, lalu bank tersebut terkena likuidasi dan asetnya diambil alih oleh BPPN, lalu dilempar ke Bank Danamon yang akhirnya melelang tanah tersebut pada tahun 2005.
"Selain itu, keanehan lain yang ditemukan adalah bahwa Pemerintah Desa Sumberjo tidak pernah menerbitkan Pajak STTP (Surat Tanda Terima Pajak) atas tanah tersebut. Padahal, sesuai Undang-Undang, sebelum sertifikat bisa diterbitkan, pajak tanah harus lunas terlebih dahulu. Kok bisa tiba-tiba terbit sertifikat tanpa ada pajak yang dibayar? Ini yang masih jadi pertanyaan besar," tuturnya.
Sebelumnya, Warga desa, didukung Pemdes Sumberejo, bersikeras mempertahankan lahan yang telah digunakan sebagai fasilitas umum sejak 1972 untuk aktivitas olah raga.
Sengketa hukum yang berkepanjangan kini berujung pada gugatan perdata yang diajukan oleh warga. Langkah tersebut diambil sebagai bentuk perlawanan terhadap eksekusi lahan yang terus diupayakan oleh pihak yang mengklaim kepemilikan atas tanah tersebut melalui Pengadilan Negeri Malang.