Kuasa Hukum Warga Sebut Perolehan Tanah Lapangan Sumberejo Batu Banyak Kejanggalan
- VIVA Malang / Galih Rakasiwi
Batu, VIVA – Konflik kepemilikan tanah lapangan seluas 4.000 meter persegi di Dusun Sumbersari, Desa Sumberjo, Kecamatan Batu, Kota Batu terus berlanjut.
Kuasa hukum warga, MS Alhaidary dari MSA Law Firm, telah mengajukan gugatan dengan nomor register 78/Pdt.G/2025/PN MLG di Pengadilan Negeri Malang pada 27 Februari 2025.
"Gugatan yang kita layangkan bukan ditujukan untuk menolak eksekusi, melainkan mempertanyakan keabsahan kepemilikan tanah sejak awal. Kami menggugat perolehan hak atas tanah atau melawan hukum dalam perolehannya," katanya, Jumat, 7 Maret 2025.
Haidary menegaskan, jika dari hulu diduga kuat tidak sah, maka di hilir pasti ada kejanggalan dalam prosesnya. Ia menilai bagaimana mungkin tanah yang sudah digunakan warga selama puluhan tahun tiba-tiba berpindah tangan tanpa sepengetahuan mereka dan terbit SHM.
"Apalagi, berdasarkan keterangan warga dan data yang ditemukan, tanah ini awalnya merupakan Egendom No 19, sebuah lahan warisan kolonial yang kemudian dikelola oleh masyarakat sekitar. Namun, dalam perkembangannya, nama Saidi muncul sebagai pemilik sertifikat tanah tersebut pada tahun 1990," ujarnya.
Kejanggalan semakin nampak pasalnya, berdasarkan informasi dari masyarakat setempat, Saidi telah meninggal dunia sejak tahun 1965 dalam peristiwa politik dan tidak memiliki keturunan atau masih belum menikah.
"Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, bagaimana mungkin seseorang yang telah meninggal bisa mengurus sertifikat dan menjual tanah tersebut? Kan aneh, tiba-tiba pada tahun 1990-1991 an muncul sertifikat atas nama Saidi, padahal ia sudah lama meninggal dan tidak memiliki ahli waris. Lalu, tanah itu berpindah tangan kepada Haryo Sawunggaling," tuturnya.
Haidary menambahkan tidak mungkin seseorang yang sudah meninggal bisa mengurus sertifikat. Selain itu, warga juga mempertanyakan proses lelang yang dimenangkan oleh Menik Rahmawati pada tahun 2005.
"Namun, yang menjadi pertanyaan, mengapa eksekusi baru diajukan 17 tahun setelahnya, yaitu pada tahun 2022? Kalau memang dia membeli tanah itu lewat lelang, kenapa tidak mengecek dulu statusnya. Apalagi Bu Menik juga warga Kota Batu? Apalagi ini tanah fasilitas umum. Seharusnya dia bertanya ke pemerintah desa atau warga sebelum membeli," ujarnya.
Kemudian, menurut informasi yang didapat, sertifikat ini pernah dijaminkan ke Bank Yama oleh Haryo Sawunggaling, lalu bank tersebut terkena likuidasi dan asetnya diambil alih oleh BPPN, lalu dilempar ke Bank Danamon yang akhirnya melelang tanah tersebut pada tahun 2005.
"Selain itu, keanehan lain yang ditemukan adalah bahwa Pemerintah Desa Sumberjo tidak pernah menerbitkan Pajak STTP (Surat Tanda Terima Pajak) atas tanah tersebut. Padahal, sesuai Undang-Undang, sebelum sertifikat bisa diterbitkan, pajak tanah harus lunas terlebih dahulu. Kok bisa tiba-tiba terbit sertifikat tanpa ada pajak yang dibayar? Ini yang masih jadi pertanyaan besar," tuturnya.
Sebelumnya, Warga desa, didukung Pemdes Sumberejo, bersikeras mempertahankan lahan yang telah digunakan sebagai fasilitas umum sejak 1972 untuk aktivitas olah raga.
Sengketa hukum yang berkepanjangan kini berujung pada gugatan perdata yang diajukan oleh warga. Langkah tersebut diambil sebagai bentuk perlawanan terhadap eksekusi lahan yang terus diupayakan oleh pihak yang mengklaim kepemilikan atas tanah tersebut melalui Pengadilan Negeri Malang.