Penebar Semangat Bertani Organik ke Generasi Milenial

Maya Stolastika, Petani milenial dari Mojokerto
Sumber :
  • SATU Indonesia Award

Mojokerto, VIVA – Ketika di masa kini sebagian besar anak muda memilih bekerja di start-up, PNS, atau pekerjaan mentereng lainnya, itu bukan menjadi pilihan Maya Stolastika Boleng. Ia memilih mendedikasikan dirinya sebagai petani.

Nelayan Tradisional Kini lebih Akurat Mencari Ikan Dengan FishGo

Ia tidak lahir dari keluarga petani, tidak pula mengenyam pendidikan pertanian di bangku formal. Tapi ia menanam kebaikan dan berkontribusi langsung ke dunia pertanian.

Keluar dari mindset kebanyakan kaumnya, wanita kelahiran Flores Timur itu memutuskan memulai pertanian organik di tengah minat pemuda untuk bertani nyaris mati. Bahkan, Maya sebenarnya sarjana sastra Inggris. 

Meramu Motif Ikonik Kota, Gigih Berdayakan Kaum Muda

Namun langkah hidupnya berbeda dari bidang ilmunya. Jalannya yang berbeda ini ternyata tidak datang semerta-merta. Maya mengaku mendapatkan begitu banyak pencerahan tentang dunia pertanian, saat berkunjung ke Pulau Dewata, Bali.

Dedikasi itu berawal dari pertemuannya dengan seorang guru yoga yang memperkenalkannya tentang pertanian organik dan filosofi memberi. Saat itu, ia masih berusia 22 tahun.

Di Tangan Hayu Dyah, Tanaman Liar Diubah Jadi Makanan Lezat Bergizi

"Itulah momen yang membuat saya berpikir untuk melakukan pertanian organik, karena memang Bali terkenal dengan filosofi pertanian organik itu sendiri," cerita Maya.

Ia sadar bahwa di Indonesia kini sudah krisis petani khususnya dari kalangan pemuda. Petani saat ini didominasi oleh petani senior di rentang usia 45-64 tahun. Sementara para pemuda dari keluarga petani lebih memilih pekerjaan di sektor industri atau pekerjaan lain yang penghasilannya lebih pasti.

Dengan bekal tekad yang kuat, Maya yang saat itu masih berstatus Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya kemudian menyewa sebuah lahan berukuran setengah hektare. Ia dibantu 4 temannya yang juga memutuskan untuk terjun di industri pertanian organik.

Saat itu tahun 2008, Maya menyewa lahan seluas 5000 meter di Claket, Pacet, Mojokerto. Disanalah Maya dibantu 4 orang temannya mulai bertani bersama para petani yang ada di sana. Namun, hambatan hadir merintang. 

Pada saat panen, Maya kebingungan menjual hasil panennya sekitar 1,5 ton sawi. Pontang panting mencari pembeli, akhirnya ia menjual ke pasar induk Surabaya. Tapi ternyata, jual beli di pasar tidak semudah yang dibayangkan.

Kerugian pun ia alami. Tak hanya itu, 3 orang teman Maya memilih menyerah dan mengundurkan diri. Maya mengakui saat awal merintis usaha pertanian organik itu, ia tidak cukup ilmu baik tentang pertaniannya maupun tentang alur perdagangan hasil taninya. 

Ia memetik pelajaran berharga dari pengalaman itu. Selain mengalami mengalami kerugian, Maya juga harus menghadapi stigma negatif dari lingkungan terlebih keluarganya.

Maya sempat tidak merestui dirinya menjadi petani. Sempat beralih pekerjaan beberapa waktu demi menyenangkan keluarga, tapi panggilan nurani tak bisa ditolak, bertani masih menjadi pilihan hatinya. 

''Tahun pertama itu benar-benar babak belur, tidak ada plus minus. Benar-benar rugi," ucap Maya.

Dirinya kemudian sempat merantau ke Bali dan bekerja di sebuah perusahaan biro perjalanan dan pariwisata. Keputusan ini juga dilakukan untuk menenangkan keluarga Maya yang cukup kaget dengan pilihan anaknya. 

Apalagi menurutnya, keluarganya memang berharap anaknya tetap menekuni pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan.

Setelah bekerja selama 6 bulan di Bali, benaknya tak berhenti memikirkan agar bisa menjadi seorang petani. Untuk itu, dia memutuskan untuk berhenti bekerja dan kembali mengejar impiannya.

Dengan belajar dari kesalahan yang dirinya buat pada pertanian perdana, pada tahun 2012, Maya kemudian menyewa lahan tani seluas 3.000 meter persegi. Tahun itu dirinya kemudian mendirikan badan usaha bernama Twelve’s Organic.

Ia mendirikan Twelve's Organic bersama temannya Wita. Lambat laun Maya menemukan jalan cerah karena mulai memasok sayur, buah dan bumbu dapur ke supermarket dan ke hotel-hotel.

Sebagai generasi masa kini yang akrab dengan dunia digital, Maya memanfaatkan media untuk memasarkan hasil panen dari petani yang bernaung di Twelve's Organic dan menjadi binaannya. Maya berusaha memutus rantai distribusi dengan mengubah strategi pemasaran menjadi end user oriented.

Lahan pertanian Maya dan rekannya diubah ke konsep fresh garden market di mana konsumen bisa langsung datang melihat hasil pertaniannya, membeli, kemudian memanen sendiri dari lahan. Berbeda dengan sebelumnya, semangat dan tekat serta kerja kerasnya didukung pengetahuan yang mumpuni.

Terus berkembang, Maya akhirnya memiliki 7 titik lahan di Mojokerto Jawa Timur. Ia juga memiliki petani binaan berjumlah puluhan orang yang terbagi dalam 2 Kelompok Tani yaitu Kelompok Tani Madani yang fokus menanam sayuran, dan Kelompok Petani Swadaya yang fokus pada rapsberry dan blueberry.

Twelve’s Organic juga sekaligus memberi pemahaman kepada para petani mengenai edukasi pertanian organik dengan kursus eksklusif, agar petani lebih mandiri dan bisa mempunyai pasar sendiri. Kelompok tani yang bergabung di Twelve’s Organic memiliki kebebasan untuk memilih tanaman yang akan ditanam tanpa terbebani permintaan tengkulak.

Dirinya melihat salah satu masalah yang mendarah daging di bidang pertanian adalah masih adanya ketergantungan petani pada tengkulak, atau pedagang perantara. Karena itulah sebagai petani dari generasi milenial, Maya merasa memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan para petani bagaimana caranya untuk berdikari.

Maya memberi pemahaman para petani soal pertanian organik agar petani lebih mandiri dan bisa mempunyai pasar sendiri. Twelve’s Organic juga sering mengundang tamu dari luar negeri untuk datang ke kebunnya.

Twelve’s Organic terus berkembang dan kini sudah memiliki 25 petani sayur dan buah yang terbagi dalam dua kelompok tani. Pencapaian tak membuat Maya jumawa. Ia tetap membuka kelas khusus yang mengajarkan ilmu budi daya organik, penghitungan harga, sampai praktik menjual hasil panen bagi para petaninya.

"Kami tidak segan membawa petani kami untuk hadir di pasar komunitas organik, memperkenalkan mereka ke konsumen, dan mereka jualan sendiri. Sebab sudah seharusnya petani juga bisa sukses,” tuturnya.

Maya menyatakan hal ini bukan bualan belaka, dirinya telah membuktikannya di Twelve’s Organic. Sekarang mereka bisa melakukan panen sayuran dua kali dalam sepekan. Sekali panen rata-rata bisa mendapatkan 20 kilogram berbagai jenis sayuran. Apalagi harga sayuran yang dijual memang lebih mahal dibandingkan harga jual sayuran dengan pola tanam konvensional.

Maya yakin bahwa anak muda bisa lebih berprestasi saat bergelut dalam dunia pertanian. Salah satunya karena kemampuan komunikasi untuk memikat para pembeli untuk membeli sayurannya.

Geliat pertanian organik Maya membuatnya meraih penghargaan Duta Petani Muda Pilihan Oxfam Indonesia pada tahun 2016. Dirinya juga meraih penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia (SATU) Indonesia Awards tahun 2019 di bidang lingkungan. 

Program tersebut diinisiasi Astra untuk menjaring anak-anak muda Indonesia yang memiliki kegiatan bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya di seluruh Nusantara.

PT Astra International Tbk setiap tahunnya terus menggelar Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Award. Acara yang telah digelar sejak 2010 ini mengajak para pemuda Indonesia untuk menjadi kebanggaan bangsa melalui inovasi dan karya. 

Penghargaan dari Astra diberikan kepada para anak bangsa atas setiap perjuangan mereka di bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan, kewirausahaan, teknologi, serta satu kategori kelompok yang mewakili lima bidang tersebut.