5 Fakta Gas Air Mata Stadion Kanjuruhan

5 Fakta Gas Air Mata Stadion Kanjuruhan
Sumber :
  • Istimewa

Malang – Penggunaan gas air mata oleh aparat Kepolisian di tengah kericuhan yang terjadi usai laga Arema Vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, 1 Oktober 2022, terus menjadi sorotan. Selain melanggar aturan FIFA, penggunaan gas air mata itu juga dianggap penyebab utama jatuhnya korban tragedi Kanjuruhan.

Diganjar Pemuda Inspiratif, Fairouz Huda : 'Saya Persembahkan Untuk Ibu Khofifah dan Mas Emil'

Belakangan, terungkap bahwa gas air mata yang digunakan aparat Kepolisian ternyata expired alias kedaluarsa. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sedang menyelidiki informasi soal gas air mata kedaluarsa yang digunakan oleh aparat di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur ternyata kadaluwarsa.

1. Gas Air Mata Pemicu Kerusuhan Komisioner Komnas HAM

Bawaslu Kota Batu Buka Pendaftaran Panwascam, Simak Ini Syarat dan Jadwalnya

Choirul Anam mengatakan Komnas HAM mendapat informasi soal gas air mata yang digunakan oleh aparat di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Gas air mata itu ternyata kadaluwarsa, dan pihak Komnas HAM sedang melakukan penyelidikan terkait hal itu. 

"Soal kadaluwarsa itu informasinya memang kita dapatkan, tapi memang perlu pendalaman," ujar Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam kepada wartawan, Senin 10 Oktober 2022. 

Ini Nama 50 Calon Terpilih Anggota DPRD Jombang yang Ditetapkan KPU

Anam menyebut gas air mata merupakan salah satu pemicu kerusuhan di Stadion Kanjuruhan. Menurutnya, dengan situasi yang tidak kondusif dan di tambah gas air mata, para supporter tidak bisa bernafas dan berdesakan untuk mencari jalan keluar dari stadion.

2. Polri Akui Pakai Gas Air Mata Kedaluarsa di Kanjuruhan

Mabes Polri mengakui menggunakan gas air mata yang sudah kadaluwarsa atau expired saat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur pada Sabtu, 1 Oktober 2022. Diduga, beberapa gas air mata yang ditembakkan dalam tragedi Kanjuruhan itu kadaluwarsa pada 2021.

 "Ada beberapa yang diketemukan, ya. Yang tahun 2021 ada beberapa," kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri pada Senin, 10 Oktober 2022.

Namun, Dedi mengaku belum mengetahui berapa jumlah pastinya gas air mata yang ditemukan kadaluwarsa tersebut. Menurut dia, hal tersebut perlu dikonfirmasi lagi kepada tim laboratorium forensik (labfor).

"Saya masih belum tahu jumlahnya. Tapi itu yang masih didalami, tapi ada beberapa. Sampai saat ini, dari hasil pemeriksaan tersangka dan hasil oleh TKP dari Inafis dan Labfor diketemukan seperti itu," ujarnya.

3. Gas Air Mata Tidak Mematikan

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menjelaskan penggunaan gas air mata yang digunakan anggota Polri termasuk dalam tragedi Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, tidak mematikan. Menurut dia, hal itu disampaikan beberapa pakar racun dan gas air mata.

"Saya tegaskan, saya mengutip pendapat dari Guru Besar Universitas Udayana, beliau ahli di bidang toksiologi atau racun. Beliau menyebutkan termasuk dari dokter Mas Ayu Elita Hafizah dari Universitas Indonesia, bahwa gas air mata atau CS ini dalam skala tinggi pun tidak mematikan," kata Dedi di Mabes Polri pada Senin, 10 Oktober 2022.

Kemudian, Dedi mengatakan ada tiga jenis gas air mata yang digunakan oleh Korps Brimob Polri. Pertama, kata dia, gas air mata berupa smoke, dimana jenis ini hanya ledakan dan berisi asap putih. Kedua, sifatnya sedang dan digunakan untuk klaster dari jumlah kecil. "Yang merah adalah untuk mengurai massa dalam jumlah yang cukup besar," ujarnya.

4. Gas Air Mata Kedaluarsa Justru Efektifitasnya Menurun 

Lebih jauh, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menerangkan gas air mata kedaluarsa yang ditembakkan anggota Brimob di Stadion Kanjuruhan, 1 Oktober lalu, justru efektifitasnya berkurang, tidak seperti makanan yang akan berbahaya bagi kesehatan.

Mengutip ahli, Irjen Dedi menyebut kadar gas air mata yang expired berbeda dengan makanan. Gas air mata ini merupakan bahan kimia sehingga berbeda dengan makanan yang kadaluwarsa. Sebab, kalau makanan ketika kadaluwarsa, akan ada jamur, bakteri dan bisa mengganggu kesehatan.

"Kebalikannya dengan zat kimia, atau gas air mata ini, ketika dia expired, justru kadar kimianya itu berkurang. Sama dengan efektifitasnya gas air mata ini. Ketika ditembakkan, dia tidak bisa lebih efektif lagi. Harus mampu membedakan ini kimia beda dengan makanan," jelas dia.

Misalnya, lanjut Dedi, jika gas air mata tidak expired ketika ditembakkan, partikel CS atau chlorobenzalmalononitrile terdiri dari partikel-partikel seperti serbuk-serbuk bedak, ditembakkan ketika jadi ledakan diatas, maka akan timbul partikel yang lebih kecil lagi daripada yang dihirup kena mata dan mengakibatkan perih. "Jadi kalau misalnya sudah expired, justru kadarnya dia berkurang secara kimia, kemudian kemampuan gas air mata ini akan menurun," ungkapnya.

5. Kecurigaan TGIPF Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF)

Tragedi Kanjuruhan menyebut penggunaan gas air mata yang telah kedaluwarsa oleh polisi merupakan penyimpangan dan pelanggaran.

Anggota TGIPF Rhenald Kasali mengatakan penggunaan gas air mata yang sudah kedaluwarsa merupakan salah satu kecurigaan tim pencari fakta. Itu sudah dibawa ke laboratorium untuk diperiksa.  Ia mengungkapkan bahwa kecurigaan itu terlihat dari para korban yang matanya mulai menghitam dan memerah.

"Ini sedang dibahas di dalam (tim). Jadi, memang ada korban yang hari itu dia pulang tidak merasakan apa-apa, tetapi besoknya matanya mulai hitam. Setelah itu, matanya menurut dokter perlu waktu sebulan untuk kembali normal. Itu pun kalau bisa normal," kata Rhenald Kasali.