Pakar: Tabloid Anies Baswedan di Masjid Justru Hambat Laju Popularitas
- Viva Malang
Malang – Pakar Gerakan Sosial dan Sosiologi Politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Wahyudi Winarjo menganggap munculnya tabloid pencitraan Anies Baswedan di masjid justru menghambat laju popularitas Gubernur DKI Jakarta itu.
Seharusnya, Anies merangkul dukungan publik yang memiliki latar belakang dan golongan berbeda. Jika tempat penyebaran tabloid dilakukan di masjid selain berpotensi melanggar undang-undang Pemilu juga menghambat laju popularitas Anies dalam merangkul dukungan publik yang memiliki latar belakang dan golongan berbeda.
"Masyarakat Indonesia lebih nyaman pada ideologi politik tengah, yakni nasionalis atau orang yang bisa merangkul kanan dan kiri. Maka kalau betul itu dilakukan mereka (simpatisan), maka sama saja dengan mengurangi laju popularitas dan akseptabilitas di mata publik," kata Wahyudi, pada Rabu, 21 September 2022.
Wahyudi menuturkan efek positifnya Anies bakal menarik simpati kalangan muslim. Tetapi efek negatifnya bagi kelompok nasionalis, Anies bakal terus dicap sebagai kelompok islam kanan. Sementara tipologi masyarakat Indonesia dalam menentukan calon presiden cenderung pada sosok yang nasionalis.
"Anies itu dekat dengan kelompok islam kanan atau kelompok 212. Padahal sebetulnya siapa saja calon presiden yang diusung atau didukung kelompok 212 malah akan memiliki nilai negatif. Karena masyarakat Indonesia trauma ekstrem kanan dan ekstrem kiri," ujar Wahyudi.
Wakil Direktur II Pascasarjana UMM itu mengatakan, pada Oktober 2022 mendatang secara definitif Anies Baswedan sudah tidak lagi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Tentu, Anies memerlukan panggung politik untuk meningkatkan popularitas dan akseptabilitas jelang pemilihan presiden 2024.
"Kalau isi tabloid positif sangat mungkin dilakukan oleh simpatisan atau pendukung atau bahkan tim sukses yang sudah mulai bergerak. Tapi kemenangan politik tidak serta merta ukurannya moralitas pemilih tapi pada jumlah pemilih sehingga menggunguli yang lain. Ini memang konsekuensi dari demokrasi," tutur Wahyudi.