Kurang Bukti, Bawaslu Kota Batu Hentikan Penanganan Dugaan Money Politic
- VIVA Malang / Galih Rakasiwi
Batu, VIVA – Dugaan pelanggaran Pemilu berupa praktik money politik di Desa Beji, Kecamatan Junrejo, yang ditangani oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Batu, akhirnya dihentikan. Penanganan tersebut dinyatakan tidak memiliki cukup bukti untuk dilanjutkan setelah melalui beberapa tahapan pemeriksaan.
Ketua Bawaslu Kota Batu, Supriyanto, menjelaskan bahwa proses penanganan pelanggaran pemilu mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan.
“Kami melakukan kajian pertama dan kedua bersama unsur Gakumdu, sesuai dengan peraturan yang berlaku antara Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan,” kata Supriyanto di Media Center Bawaslu Kota Batu, Selasa 3 Desember 2024.
Ia juga menekankan bahwa dalam Pilkada Kota Batu, keterlibatan semua pihak dalam Gakumdu sangat penting. Supriyanto menegaskan bahwa Bawaslu tidak berusaha untuk memanaskan suasana, namun berkomitmen untuk memproses setiap pelanggaran sesuai dengan tahapan yang ada.
“Apapun pelanggarannya dan siapa pun pelakunya, kami akan proses sesuai aturan. Dalam setiap tahapan kami juga telah melakukan mitigasi pelanggaran-pelanggaran pemilu terhadap masyarakat,” katanya.
Proses penanganan pelanggaran ini memang memakan waktu. Supriyanto menjelaskan untuk Pemilu, prosesnya membutuhkan waktu 7 tambah 7 hari, sedangkan untuk Pilkada, pihaknya memiliki waktu 3 hari tambah 2 hari kalender.
"Meski begitu saya memastikan bahwa penanganan pelanggaran tidak diabaikan meski rekapitulasi suara tingkat kota sudah selesai kemarin di KPU Batu," ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Divisi Penangganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kota Batu, Mardiono, mengungkapkan lebih rinci tentang dugaan praktik money politik di Desa Beji.
Mardiono menjelaskan bahwa Bawaslu bersama kepolisian telah melakukan patroli pengawasan hingga malam pemungutan suara. Pada tanggal 25 November, tim mendapatkan informasi mengenai dugaan money politik di wilayah Beji dan Torongrejo, Junrejo.
"Di dua tempat yang kami periksa, tidak ditemukan bukti. Namun, di Beji, ada informasi tentang seseorang yang membagikan amplop yang diduga terkait dengan kampanye. Kami langsung mendatangi rumah terduga pelaku bersama kepolisian dan menemukan beberapa bukti, antara lain tiga amplop, bingkisan jilbab kerudung, dan stiker salah satu paslon. Jadi waktu itu tidak Operasi Tangkap Tangan (OTT)," ujarnya.
Kemudian setelah diamankan, terduga pelaku dibawa ke Bawaslu dengan bukti untuk pendalaman lebih lanjut. Lalu, pihaknya melakukan rapat dengan melibatkan kepolisian dan kejaksaan untuk membahas bukti yang ada.
"Nah dalam rapat pertama pada tanggal 26 November, kami melakukan klarifikasi terhadap terduga pelaku, dia mengaku jika tidak sebarkan uang, begitu juga kerudung dan selebaran paslon merupakan sisa-sisa waktu kampanye. Namun, meski sudah dipanggil, penerima amplop tidak hadir. Kami tidak memiliki kewenangan untuk memaksa mereka hadir sebab ada keterbatasan wewenang," katanya.
Selanjutnya, pada rapat kedua yang digelar pada tanggal 28 November, hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ada titik terang.
"Karena tidak ada keterangan yang valid dan tidak ada kehadiran dari pihak yang dipanggil, kami tidak dapat melanjutkan pemeriksaan. Hasil rapat Gakumdu menyimpulkan bahwa bukti yang ada tidak cukup untuk membuktikan peristiwa hukum," katanya.
Bawaslu sebenarnya akan menjerat terduga pelaku dengan Pasal 187 ayat 1 yang mengatur tentang pemberian uang atau janji untuk memengaruhi pemilih yang dapat dikenakan hukuman pidana hingga 4 tahun.
"Namun, dengan bukti yang tidak cukup kuat, Bawaslu akhirnya memutuskan untuk menghentikan penanganan kasus ini. Intinya Bawaslu ingin menjelaskan kepada publik bahwa sudah bekerja maksimal," tuturnya.