Mahasiswa dan Aliansi Masyarakat Sipil di Malang Kritik 100 Hari Kerja Prabowo - Gibran
- VIVA Malang / Uki Rama
Malang, VIVA – Mahasiswa dan aliansi masyarakat sipil menggelar demonstrasi pada 100 hari kerja pemerintahan RI di bawah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Demo dilakukan di depan gedung DPRD Kota Malang pada Selasa, 18 Februari 2025.
Salah satu demonstran, Daniel Siagian mengatakan, menuntut pemerintah mencabut Instruksi Presiden (Inpres) nomor 1 tahun 2025 terkait efisiensi anggaran. Mereka juga menolak makan bergizi gratis karena kebijakan ini justru melebar kemana-mana bahkan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) imbas dari efisiensi anggaran.
"Intinya ada beberapa hal yang jadi fokus perhatian teman-teman terutama di 100 hari Prabowo-Gibran itu. Satu soal makan siang gratis. Kemudian pemotongan beberapa anggaran yang berdampak pada PHK massal dan juga tunjangan kinerja jadi ada beberapa hal yang disampaikan," kata Daniel.
Massa juga menolak militerisasi dan represifitas aparat. Termasuk mendorong usut tuntas pelanggaran HAM masa lalu dan masa kini termasuk Tragedi Kanjuruhan dan kasus Munir. Termasuk mendorong agar menangkap dan memiskinkan koruptor.
"Jadi memang lebih menyoroti secara garis luas soal kondisi negara hari ini ya baik legislatif kebijakan dan juga peraturan perundang-undangannya. Itu menjadi salah satu tuntutan hari ini kenapa karena dampak dari makan siang gratis banyak anggaran yang seharusnya diprioritaskan seperti pendidikan dan kesehatan itu dijadikan faktor pendukung," ujar Daniel.
Daniel memandang kebijakan makan bergizi gratis justru mengorbankan banyak sektor. Sejumlah lembaga terdampak dari efisiensi ini termasuk lembaga hak asasi manusia seperti Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban hingga Komnas Perempuan.
"Terlepas hal krusial atau tidak tapi kita lihat dampaknya hari ini di masyarakat, banyak PHK massal yang terjadi. Sorotan dari teman-teman LBH beberapa lembaga hak asasi manusia seperti Komnas HAM LPSK, Komnas Perempuan dipotong anggarannya. Ini menghambat kerja-kerja pemantauan dan juga penyelidikan kasus-kasus yang bermuara ataupun punya dimensi hak asasi manusia," tutur Daniel.