Aksi Teatrikal Tiarap Hingga Bakar Foto Prabowo - Gibran Warnai Demo di Malang

Aksi teatrikal tiarap demonstran di Kota Malang.
Sumber :
  • VIVA Malang / Uki Rama

Malang, VIVA – Ratusan massa aksi dari berbagai elemen mulai dari mahasiswa, aktivis, buruh dan suporter menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Kota Malang pada Selasa, 18 Februari 2025. Demonstran menyoroti sejumlah kebijakan pemerintah Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka yang dinilai justru menyengsarahkan rakyat. 

Pj Wali Kota Malang Pamit, Titip Pesan Tingkatkan Pendapatan Asli Daerah

"Anggaran pendidikan, kesehatan, layanan publik dipotong hanya untuk MBG (makan bergizi gratis) yang sebenarnya tidak tepat sasaran. Di mana uang kita, anggaran kita, dan ke mana arah program ini," kata salah satu massa aksi, Daniel Siagian. 

Dalam aksi ini massa juga melakukan aksi tiarap sembari mengumandangkan lagu Indonesia Pusaka. Daniel menyebut efisien anggaran justru berimbas pada sejumlah sektor. Menurutnya, efisiensi anggaran justru berpeluang merenggut hak masyarakat atas pendidikan bahkan menempatkan pendidikan sebagai kebijakan sekunder.  

Dies Natalies 54 Tahun STIE Malangkucecwara Dimeriahkan Dengan Malang Couple Run 2025

"Teatrikal ini menjadi simbol betapa kebijakan merenggut kesejahetraan rakyat. Pendidikan yang seharusnya menjadi fundamental malah dianggap sebagai kebijakan sekunder," ujar Daniel. 

Massa pun menuntut pemerintah mencabut Instruksi Presiden (Inpres) nomor 1 tahun 2025 terkait efisiensi anggaran. Demonstran juga meminta para legislator di Kota Malang sejalan dengan perjuangan mahasiswa dan aktivis di Malang. 

Pertamina Ajak Pemkot Malang Monitor Penggunaan LPG 3 Kilogram Agar Tepat Sasaran

Selain aksi teatrikal tiarap. Demonstran juga membakar foto Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Mereka merasa kecewa dengan 100 hari kerja Prabowo - Gibran.  

"Simbolisasi bahwa rakyat telah lemah, dan ditundukkan. Kita lihat bagaimana perbedaan kualitas hidup, pendidikan. Mereka yang hidup dalam dunia dinasti, kita hidup dalam dunia distopia," tutur Daniel.