Tak Ada Solusi, Warga Di Jombang Akhirnya Blokade Pintu Pabrik Kayu
- Elok Apriyanto / Jombang
Jombang, VIVA – Tidak ada solusi atas permasalahan pencemaran udara, berupa debu serbuk kayu di Dusun Tunggorono, Desa Tunggorono, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Warga setempat akhirnya memblokade pintu gerbang pabrik.
Warga yang berjumlah hampir 50 orang itu, sebelumnya melakukan mediasi di kantor Desa Tunggorono, dengan menghadirkan DLH, dewan, Camat, Kapolsek dan perwakilan pabrik.
Namun, setelah ditunggu hingga waktu yang ditentukan, pihak perwakilan perusahaan pengolahan kayu, tidak hadir dalam pertemuan tersebut.
Karena, tidak ada solusi yang didapat, akhirnya 10 orang perwakilan warga dengan didampingi dewan, DLH, Camat, Kapolsek dan Kepala Desa, mendatangi perusahaan yang ada di jalan raya Prof Dr Nurcholish Madjid No 173 tersebut.
Setibanya di pabrik pengolahan kayu, perwakilan warga, dan pihak-pihak terkait ditolak oleh pihak perusahaan. Bahkan, perwakilan perusahaan tidak berkenan warga dan pihak-pihak terkait masuk ke dalam perusahaan.
"Tadi karena perusahaan gak hadir, kita terus ke sini dengan perwakilan tadi (Dewan, Camat, Kapolsek, DLH, Kades). Dan ini nantinya akan disampaikan ke warga hasil pertemuan ini," kata Mohammad Sofwan (66 tahun) warga Tunggorono RT 3 RT 2, Rabu 4 Oktober 2023.
Ia mengaku tuntutan warga yang utama adalah, pencemaran debu serbuk kayu yang selama 3 bulan mengganggu warga, bisa segera teratasi. Dan warga kembali menghirup udara segar seperti dahulu kala.
"Tuntutan utamanya, bagaimana perusahaan ini, jangan berproduksi kalau tidak ada jaminan adanya debu yang mencemari lingkungan," ujarnya.
Ia pun mengaku warga tetap memberikan kesempatan pada pabrik pengolahan kayu untuk memperbaiki 2 dari 6 cerobong asap yang rusak. Namun, selama proses perbaikan, diharapkan pabrik tidak beroperasi.
"Kalau supaya tetap jalan, langkahnya, kan harus diperbaiki dulu, kalau mesin tetap jalan (sebelum diperbaiki) berarti (perusahaan) tidak menghargai kami, dan mengabaikan tuntutan kita, maka kita akan berupaya agar pabrik ini ditutup," tuturnya.
Ia mengaku warga sebenarnya sudah lama terganggu dengan pencemaran udara berupa debu serbuk kayu tersebut.
"Kita sejak bulan Juli sudah terganggu dengan debu serbuk kayu. Dan di bulan Juli kita ngomong-ngomong saja, dan tanggal 6 bulan September kita laporkan ke DLH, tapi selama itu tidak ada perubahan (pencemaran udara) yang dirasakan warga. Dan sampai hari ini masih tetap terjadi," kata Sofwan.
Ia pun mengaku selama tenggang waktu itu, pihak warga hanya dijanjikan perbaikan-perbaikan oleh pihak perusahaan. Namun nyatanya warga tetap menderita karena pencemaran udara berupa debu serbuk kayu tersebut.
"Katanya akan diperbaiki, akan diperbaiki nyatanya selama tiga bulan kita harus menikmati udara tidak segar. Dan dampaknya sangat parah sekali," ujarnya.
"Kita dalam sehari harus lima kali, bahkan lebih untuk membersihkan lantai itu. Apalagi terutama bagi penduduk yang rumahnya tidak berplafon, debu serbuk kayu bisa langsung ke makanan warga, makanya kita ini kesulitan untuk menghirup udara segar," tuturnya.
Tak hanya itu, debu serbuk kayu itu juga mengganggu aktivitas warga dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
"Untuk jemur pakaian saja sulit, belum lagi aktivitas anak kecil jadi terganggu, anak-anak tidak bisa aktivitas di luar rumah," kata Sofwan.
Saat ditanya apabila tidak ada solusi yang tepat bagi warga dari perusahaan, maka langkah apa yang dilakukan warga. Ia pun mengaku warga akan menutup pabrik. Hingga tuntutan warga dipenuhi.
"Nanti kata pak anggota dewan, pabrik akan dipanggil ke DPRD, untuk hearing," ujarnya.
Sementara itu, anggota DPRD Kabupaten Jombang, Zubaidi yang mendampingi warga untuk masuk ke dalam perusahaan, mengaku ditolak kedatangannya. Alasan penolakan karena, pihak sekuriti pabrik tidak mendapat izin dari management perusahaan untuk menerima kedatangan warga dan perwakilan pihak-pihak terkait.
"Kita ini kan kita cari jalan keluar yang terbaik, baik bagi perusahaan dan masyarakat. Tapi perusahaannya kayak gini, ndak mau berdialog, mereka ada sekitar sini, ya intinya mereka menolak, forkopimcam, pak Camat, pak Kapolsek, pak kepala Desa, dari Dinas DLH, juga saya dari DPRD tapi ditolak," tutur Zubaidi.
Ia pun mengaku bahwa dalam persoalan pencemaran udara berupa debu serbuk kayu itu, pihak perusahaan tidak menunjukkan itikad baik menyelesaikan persoalan ini.
"Gak ada itikad baik ini. Saya di sini gak boleh masuk. Padahal ini urusan sederhana kok," kata Zubaidi.
Ia menilai persoalan yang dikeluhkan warga sebenarnya adalah persoalan yang sederhana. Pihak perusahaan hanya tinggal memperbaiki alat yang rusak.
"Ini persoalan yang sederhana dan saya jamin mereka (warga) akan melakukan yang terbaik. Asal satu, pihak Senfong menyelesaikan limbah polusi yang diakibatkan oleh rusaknya dua alat mereka (perusahaan). Sehingga ada polusi udara, dan tidak mengotori (rumah) masyarakat di sini," ujarnya.
Zubaidi mengatakan, karena perusahaan tidak memiliki itikad baik, maka kita akan panggil secara resmi ke DPRD dalam waktu dekat.
"Kami akan panggil, dalam waktu satu atau dua hari ini, kita panggil PT Senfong untuk menyelesaikan persoalan ini," tuturnya.
Zubaidi menuturkan, bila nantinya tidak hadir, maka perusahaan ini sudah pasti masuk dalam kategori perusahaan yang tidak baik. Maka dewan akan merekomendasikan aparat penegak hukum (APH) untuk menyelidiki pencemaran udara ini.
"Ini perusahaan yang tidak baik. Karena ini sudah melanggar undang-undang lingkungan mas. Mereka (perusahaan) ada kriminal dan ini ada pelanggaran terhadap undang-undang lingkungan hidup, dan berat bagi mereka. Dan kita akan rekomendasikan penutupan kalau mereka (pabrik) ngotot seperti itu," kata Zubaidi.
Dan perlu diketahui, bahwa pihaknya akan melindungi hak-hak warga Desa Tunggorono, terutama hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat.
"Kita akan jamin dan lindungi hak warga untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan menghirup udara segar. Dan mereka kalau gak mau menyelesaikan kita akan tutup Senfong," ujarnya.
Sementara itu, sekuriti pabrik Imam Subagyo mengatakan pihaknya tidak mendapat izin dari pimpinan perusahaan untuk menerima perwakilan warga dan pihak-pihak terkait.
"Sudah saya laporkan ke pimpinan, dan saya kan cuman terima tamu, kalau pimpinan kan ada di Surabaya yang di sini cuman karyawan. Tapi yang jelas saya cuman menjalankan tugas dari pimpinan," tuturnya.