Angka Kekerasan pada Perempuan dan Anak di Jombang Meningkat, Dampaknya Bikin Anak Putus Sekolah
- Elok Apriyanto/Jombang
Malang, VIVA – Angka kekerasan pada perempuan dan anak di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, terus meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan data yang dihimpun selama 5 tahun terakhir, kasus kekerasan perempuan dan anak cenderung mengalami trend peningkatan.
Tahun 2020 tercatat ada 82 kasus kekerasan perempuan dan anak. 2021 sebanyak 91 kasus. 2022 sebanyak 103 kasus. 2023 sebanyak 133 kasus. Serta 2024 ada 225 kasus.
Ironisnya, kekerasan yang dialami anak-anak menjadi salah satu penyebab menurunnya semangat untuk bersekolah.
Bahkan kekerasan yang dialmi anak-anak di lembaga sekolah, seringkali menyebabkan anak putus sekolah.
Hal itu, diungkap Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Jombang. Sepanjang tahun 2024, ada 143 kekerasan anak yang ditangani
"Dari 143 kasus itu, 19 di antaranya memilih tidak lanjut sekolah. Sementara 124 anak melanjutkan pendidikan," kata Kepala UPTD PPA Jombang, M Musyafik, Sabtu 4 Januari 2025.
Ia mengatakan putus sekolah termasuk bagian dari dampak kekerasan terhadap anak itu sendiri. "Banyak anak yang semangatnya menurun karena telah menjadi korban kekerasan," ujarnya.
Ia menyebut jenis kekerasan yang dialami 143 korban bermacam-macam, namun kebanyakan adalah persetubuhan.
"Dampaknya adalah kehamilan. Akibatnya, mereka enggan melanjutkan sekolah dan memilih untuk dinikahkan," tuturnya.
Selain itu, ia mengaku korban yang tidak sampai mengalami kehamilan, motivasi sekolahnya menurun.
Seperti dialami korban kekerasan siswi SMP di Kecamatan Jombang, yang sempat dijual oleh pacarnya kepada pria hidung belang sebanyak 30 kali.
"Dampaknya dia jadi enggan bersekolah di tempat yang lama, maka dicarikan solusi lain," katanya.
Ia mengatakan upaya mencari tempat sekolah lain diantaranya mencarikan pondok pesantren, sekolah swasta, hingga Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
Seluruh kebutuhan sekolahnya seperti seragam dan alat tulis juga telah disiapkan. Namun dia tetap tidak mau sekolah.
"Motivasi sekolahnya memang sudah tidak ada, kami telah berusaha kerasa membantu pindah sekolah, tapi anaknya yang gak minat sekolah lagi," ujarnya.
Sementara kekerasan perempuan sepanjang tahun 2024 terdapat 82 kasus. "Paling banyak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)," tuturnya.