Penebar Semangat Bertani Organik ke Generasi Milenial
- SATU Indonesia Award
Dengan bekal tekad yang kuat, Maya yang saat itu masih berstatus Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya kemudian menyewa sebuah lahan berukuran setengah hektare. Ia dibantu 4 temannya yang juga memutuskan untuk terjun di industri pertanian organik.
Saat itu tahun 2008, Maya menyewa lahan seluas 5000 meter di Claket, Pacet, Mojokerto. Disanalah Maya dibantu 4 orang temannya mulai bertani bersama para petani yang ada di sana. Namun, hambatan hadir merintang.
Pada saat panen, Maya kebingungan menjual hasil panennya sekitar 1,5 ton sawi. Pontang panting mencari pembeli, akhirnya ia menjual ke pasar induk Surabaya. Tapi ternyata, jual beli di pasar tidak semudah yang dibayangkan.
Kerugian pun ia alami. Tak hanya itu, 3 orang teman Maya memilih menyerah dan mengundurkan diri. Maya mengakui saat awal merintis usaha pertanian organik itu, ia tidak cukup ilmu baik tentang pertaniannya maupun tentang alur perdagangan hasil taninya.
Ia memetik pelajaran berharga dari pengalaman itu. Selain mengalami mengalami kerugian, Maya juga harus menghadapi stigma negatif dari lingkungan terlebih keluarganya.
Maya sempat tidak merestui dirinya menjadi petani. Sempat beralih pekerjaan beberapa waktu demi menyenangkan keluarga, tapi panggilan nurani tak bisa ditolak, bertani masih menjadi pilihan hatinya.
''Tahun pertama itu benar-benar babak belur, tidak ada plus minus. Benar-benar rugi," ucap Maya.