Gaya Kampanye Minta Dukungan Jokowi oleh Paslon WALI Justru Jadi Pukulan Balik

Paslon WALI bersama mantan Presiden RI, Joko Widodo.
Sumber :
  • Istimewa

Malang, VIVA – Berbagai cara dilakukan masing-masing pasangan calon (paslon) di Pilwali Kota Malang 2024 dalam menggaet para pemilihnya. Salah satunya yang sedang disorot seperti kampanye meminta dukungan moril ke mantan Presiden RI, Joko Widodo

Meski Dibiayai Pusat, DPRD Kota Malang Minta Pemkot Bantu Revitalisasi Pasar Besar

Alih-alih menarik perhatian masyarakat dengan menunjukkan persona kedekatan mereka dengan tokoh presiden dua periode tersebut, paslon tersebut justru menuai sorotan tajam. Ya, paslon tersebut adalah paslon nomor urut1, Wahyu Hidayat - Ali Muthohirin (Paslon WALI).

Pakar Komunikasi Politik UB, Andhyka Muttaqin membeberkan jika metode menggaet dukungan dengan cara seperti itu justru melemahkan citra paslon karena menunjukkan ketidakmandirian politik.

Abah Anton Kembali Dapat Dukungan Dari Ulama dan Habib di Pilwali Kota Malang

Andhyka menilai cara itu justru dapat menjadi pukulan balik karena muncul kesan bahwa langkah politik mereka tidak berangkat dari bawah. Melainkan sebuah kekuatan besar dari pemerintah pusat yang tidak mewakili kepentingan lokal.

"Persepsi yang muncul justru ternyata paslon ini berusaha memenangkan Pilkada 2024 dengan bantuan kekuatan eksternal, bukan murni dari akar bawah, dari masyarakat Kota Malang itu sendiri,'' kata Andhyka.

Suami Sah di Malang Bacok Istri dan Selingkuhannya

Persepsi itu dimungkinkan justru membesar terutama dari karakter pemilih di Kota Malang yang memiliki literasi politik. Saat ini, masyarakat semakin sensitif dengan kampanye manipulatif dan merusak demokrasi. Sementara, sejumlah paslon justru masih melakukan hal itu. 

Hal ini, kata dia, menunjukkan betapa pentingnya para kandidat menggunakan metode kampanye yang transparan dan demokratis. Terlebih, tingkat pemikiran kritis masyarakat Kota Malang mulai meningkat.

"Dinamika dukungan yang berubah-ubah ini menunjukkan kecenderungan masyarakat yang kini lebih memilih calon yang independen, jujur dan memiliki komitmen membawa perubahan," katanya.

Hal senada dikatakan Pengamat Komunikasi Politik dari UB, Anang Sudjoko bahwa sejumlah program yang diusung WALI kemungkinan tidak disusun berdasarkan pada peta pemilih Kota Malang.

Paslon WALI, jelas Anang, seolah-olah hanya sebagai kepanjangan tangan dari program pemerintah pusat yang dirasa pasti relevan di daerah. Dengan embel-embel kekuatan eksternal dan popularitas pemerintah pusat.

"Seakan-akan program yang digemborkan saat Pilpres semua dianggap sesuai di semua daerah. Harusnya mereka (WALI) riset dulu ke khalayak, apa yang masyarakat Kota Malang butuhkan dan inginkan," tuturnya.

Sementara, Pakar Komunikasi Politik lainnya, Wawan Sobari menambahkan jika elektabilitas Paslon WALI masih terancam anjlok jika tidak ditata dengan seksama. Terlebih di tataran pemilih akar rumput,

"Meski diusung 14 partai, Paslon 1 ini menurut saya belum tentu jaminan bisa menang juga. Ketika ketemu langsung, masyarakat masih bisa menilai secara emosional. Ada dua hal, bisa negatif bisa positif. Jadi masih dinamis, dan itu yang harus dipahami," kata Wawan.