Penanganan Melempem, Aktivis di Jombang Nyatakan Jombang Darurat Korupsi
- VIVA Malang (Elok Apriyanto/Jombang)
Jombang, VIVA – Tidak berjalannya penanganan tindak pidana korupsi oleh aparat penegak hukum (APH) maupun aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) atas maraknya korupsi di tingkat Desa, membuat aktivis di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, turun gunung.
Dengan membawa badut, dan sejumlah poster yang berisikan kalimat protes, aktivis di kota santri menggelar aksi teatrikal di bundaran ringin contong, Jombang.
"Kita aksi berkaitan dengan korupsi karena di Jombang satu pun tidak ada (kasus korupsi desa yang disidangkan), ada juga yang ngomong bahwa ini sudah memenuhi target, target yang mana," kata Joko Fattah Rochim aktivis dari Forum Rembuk Masyarakat Jombang (FRMJ), Senin, 23 Desember 2024.
Lebih lanjut ia mengatakan dari resume dan penggalian data oleh tim FRMJ, banyak sekali penyalahgunaan Dana Desa (DD) di Jombang.
"Dana desa pun seperti itu, jadi menguap semuanya. Banyak jalan (Desa) rusak semua, ini salah satu contoh. Ini dari data kita di lapangan yang kita dokumentasikan di video, mulai tahun 2021 sampai sekarang," ujarnya.
Ia pun mengaku buruknya pengelolaan DD ini bersumber dari buruknya kinerja dari Dinas terkait, yang memiliki tugas sebagai verifikator.
"Jadi verifikasi di Desa itu amburadul, karena desa gak bisa verifikasi, lantaran dicoret sama dinas pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa (DPMP)," tuturnya.
Karena hal inilah, para pendamping Desa yang harus melakukan verifikasi ke desa, dan hal itu dianggarkan 2 persen dari DD. "Ini menurut keterangan dari narasumber yang kita gali," katanya.
Ia pun menilai bahwa amburadulnya DD di Desa ini disebabkan oleh buruknya kinerja dari Dinas terkait.
"Yang merusak tatanan pengelolaan DD ini ya Dinas Pemberdayaan (DPMP). Salah satu contoh lembaga pemberdayaan masyarakat desa, itu pun dihilangkan jadi gak ada, padahal LPMD itu penting," ujarnya.
"Selanjutnya TPK (tim pelaksana kegiatan), itu di Desa biasanya diisi oleh perangkat Desa sendiri. Jadi di lembaga itu tidak seperti dulu, yang seharusnya swakelola sekarang ndak. Nah karena itu saya menyayangkan sekali, dan ini yang harus bertanggungjawab adalah dinas pemberdayaan (DPMPD)," tuturnya.
Selama ini, lanjut Fattah, Kejaksaan tidak pernah memanggil mereka para pihak yang melakukan verifikasi, terutama dari Dinas terkait.
"Padahal kalau semua tidak terverifikasi oleh dinas pemberdayaan, (DD) gak akan bisa cair. Selanjutnya camat, tidak pernah diperiksa kejaksaan. Padahal camat penentu, dari verifikasi berkas DD akhir, kalau gambar di dinas pemberdayaan," katanya.
Untuk itu ia menuntut pada inspektorat selaku APIP untuk melakukan audit, baik di tingkat Desa, Kecamatan maupun DPMPD.
"Tuntutan kita pada pemerintahan, semua harus diaudit oleh inspektorat, dan dinas pemberdayaan (DPMPD) harus diperiksa oleh Kejaksaan, karena apa karena mereka yang paling bertanggungjawab sebagai kepanjangan tangan dari menteri Desa, jadi jangan hanya desa yang dipanggil," ujarnya.
Saat ditanya ada berapa Desa yang terindikasi melakukan dugaan tindak pidana korupsi, ia mengaku ada banyak Desa di Jombang, yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.
"Ada banyak, salah satu contoh, ada Banjardowo, ada Desa Pulo, ada Desa di Kabuh, ada di Kecamatan Diwek, ya ada lebih dari 20 Desa, yang jelas kita punya data, dan nantinya kita akan laporkan ke Kejaksaan," tuturnya.
Ia pun menegaskan bahwa bila aspirasi yang disampaikan oleh pihaknya ini diabaikan oleh pemerintah maupun APH maupun APIP, pihaknya akan menggelar aksi unjuk rasa yang lebih besar.
"Ya kalau diabaikan kita akan demo lebih besar dan FRMJ akan kita kerahkan semua untuk turun ke jalan," kata Fattah.