Solusi dari Asosiasi Peternak Demi Lindungi Harga Telur di Kota Batu
- VIVA Malang / Galih Rakasiwi
Batu, VIVA – Pemkot Batu segera memberikan subsidi pakan khususnya jagung bagi peternak ayam petelur untuk menekan biaya operasional dengan menganggarkannya dari Biaya Tak Terduga (BTT) APBD 2024.
Hal tersebut direspon baik oleh penasehat peternak ayam petelur Kota Batu, Ludi Tanarto. Menurutnya dengan adanya subsidi sangat membantu para peternak.
"Ide dari pak Pj Wali Kota Batu sangat bagus, itu merupakan bentuk perhatian yang luar biasa kepada kami," katanya, Senin, 1 April 2024.
Akan tetapi, Ludi khawatir jika menggunakan APBD realisasi subsidi tersebut tidak berjalan cepat karena harus melalui proses-proses penganggaran dan sebagainya.
"Selain itu subsidi bersifat jangka pendek, tidak terus dilakukan secara berkala. Sebenarnya kami memiliki solusi tanpa mengeluarkan biaya, namun butuh ketegasan dari pemerintah," ujar anggota DPRD Fraksi PKS ini.
Caranya yaitu melarang adanya peredaran telur infertil atau Hatched Egg (HR) di pasaran. Karena keberadaan telur yang membahayakan kesehatan tersebut sangat berpengaruh karena memiliki harga lebih murah.
"Semoga tawaran solusi dari kami bisa didengar oleh Pemkot Batu. Penertiban peredaran telur HE adalah langkah penting melindungi peternak ayam petelur di Kota Batu karena sejauh ini banyak ditemui peredaran telur tersebut di pasar hingga pinggir-pinggir jalan yang menyebabkan harga telur anjlok dan merugikan peternak," tuturnya.
Terlebih Kementerian Pertanian secara tegas melarang peredaran telur HE dan sudah diatur dalam Permentan Nomor 32 Tahun 2017 tentang penyediaan, peredaran, dan pengawasan ayam ras dan telur konsumsi.
"Nah dalam bab III pasal 13 disebutkan pelaku usaha integrasi, pembibit GPS, pembibit PS, pelaku usaha mandiri dan koperasi dilarang memperjual belikan telur tertunas dan infertil sebagai telur konsumsi," katanya.
Sebab, telur HE sendiri umumnya berasal dari perusahaan-perusahaan pembibitan (breeding) ayam broiler atau ayam pedaging. Di mana telur yang tidak menetas (infertil), seharusnya tak dijual perusahaan integrator sebagai telur konsumsi di pasar. Selain dari telur infertil, telur HE bisa berasal dari telur fertil namun tak ditetaskan perusahaan breeding.
"Menjelang hari besar mereka sengaja tidak menetaskan telur tersebut untuk dipasarkan. Tentu jika dibiarkan menghancurkan keberadaan telur ayam negeri," ujarnya.
Untuk ciri telur HE berwarna lebih putih atau pucat dibandingkan telur ayam negeri yang dihasilkan dari peternakan ayam layer. Ukurannya pun hampir sama, dan tak ada perbedaan rasa ketika sudah dimasak untuk dikonsumsi.
"Kendati demikian, berbeda dengan telur ayam negeri, telur HE lebih cepat membusuk, biasanya setelah lewat satu minggu. Ini karena telur HE berasal dari ayam yang telah dibuahi pejantan. Selain itu, telur HE biasanya sudah beberapa hari tersimpan di tempat penyimpanan maupun mesin tetas perusahaan," tuturnya.
Faktor inilah yang membuat telur HE harganya jauh lebih murah dibandingkan telur ayam ras yang warnanya lebih kecoklatan. Karena berasal dari telur yang tak terpakai atau produk buangan breeding, harga telur HE ini sangat murah.
"Harganya jauh di bawah harga telur ayam ras selisihnya bisa sampaikan Rp4 ribu hingga Rp10 ribu perkilonya. Padahal telur tersebut harusnya dimusnahkan," tuturnya.