Pemkot Batu Tak Perlu Malu Akui Ikon Apel Sudah Tergantikan Jeruk

Buah jeruk mulai menggerus ikon Kota Batu yaitu apel.
Sumber :
  • Viva Malang/Galih Rakasiwi

Batu, VIVAPemkot Batu tak perlu malu mengakui jika ikon buahnya yaitu apel sudah tak bisa dipertahankan karena tidak menguntungkan bagi para petani. 

Tak Kuat Menanjak, Truk Bermuatan Wortel Beku Terperosok di Jembatan Kali Lanang

Pasalnya biaya produksi saat ini sudah cukup tinggi, tak sebanding dengan hasil panen yang didapat. Seperti yang disampaikan oleh petani dan pedagang buah, Didik Subiyanto

Terbukti di lapangan sekarang petani sudah beralih ke buah jeruk, karena biaya produksi ringan dan hasil panen bisa dipastikan. 

Dukung Sport Tourism, KORMI Kota Batu Geliatkan Olah Raga Rekreasi

"Itu merupakan fakta di lapangan, sekarang bisa dihitung dengan jari cuma berapa petani apel di Kota Batu. Semua sudah beralih ke jeruk dan sebagian ke jambu kristal," katanya, Senin 5 Februari 2024.

Pria yang biasa disapa Kaji Bianto tersebut menerangkan secara rinci, jika para petani menanam apel perhektar bisa ditanami 1.000 pohon, mereka bisa merugi hingga Rp50 sampai Rp100 juta. 

Bawaslu Kota Batu Ungkap 4.208 Form A dalam Pengawasan Pilkada 2024, Ini Maksudnya

"Sebab saat ini harga jual apel hanya Rp5 ribu perkilo. Selain perawatan, harga pupuk yang terus melambung tinggi memperburuk keadaan. Terlebih, sudah banyak buah apel import yang memiliki kualitas baik membanjiri pasaran," ujar anggota DPRD Kota Batu ini.

Berbeda dengan jeruk, hasil yang didapat oleh petani lebih pasti dan mereka bisa mendapat keuntungan. Karena saat ini harga jual jeruk perkilo mencapai Rp13 ribu, setiap pohon minimal berusia 4 tahun mampu memproduksi 50 kilogram tergantung perawatan. 

"Dari banyak faktor tersebut harusnya Pemkot Batu tak perlu malu jika mengganti ikon apel menjadi jeruk. Terpenting masyakarat sejahtera," tuturnya.

Menanggapi itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kota Batu, Heru Yulianto menerangkan bila menurunnya produksi apel di Kota Batu karena ekosistem pertanian di Kota Batu mengalami perubahan. 

"Penyebabnya yaitu faktor cuaca alam atau global warming dan degradasi tanah. Dari situ, banyak petani yang beralih ke tanaman lain dan kekurangan produksi. Terhitung sejak tahun 2012 hingga 2023 separuh petani apel memang sudah beralih ke jeruk," katanya.

Para petani apel beralih menanam jeruk dan jambu kristal, seperti masyarakat di Desa Tlekung, Kecamatan Junrejo. Penurun tanaman apel, lanjutnya, dikarenakan beberapa faktor yaitu penurunan tanah atau degradasi tanah, usia lebih dari 25 tahun dan iklim.

"Ini yang membuat kenapa kok tanaman apel sulit. Karena itu Dinas Pertanian Kota Batu membuat program revitalisasi apel ini dengan pemakaian pupuk organik," ujar Heru. 

Untuk meningkatkan produksi, pihaknya melakukan upaya pencegahan serangan hama. Seperti dengan cara membungkus buah apel dengan plastik serta penggunaan pestisida nabati yang ini dikembangkan kelompok tani.

"Pencegahan itu didukung dengan adanya laboratorium klinik penanaman terpadu yang dapat mengendalikan hama. Jadi tidak hanya menggunakan pestisida kimia, namun juga pestisida hayati dan nabati," tuturnya.