DLH Jombang Temukan Penyebab Debu Serbuk Kayu Cemari Udara Warga Tunggorono

Warga demo pabrik pengolahan kayu di Tunggorono
Sumber :
  • Elok Apriyanto / Jombang

Jombang, VIVA – Aksi blokade warga Desa Tunggorono, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur terhadap pabrik pengolahan kayu yang diduga melakukan pencemaran udara, berupa debu serbuk kayu.

Miras jadi Pemicu Mutilasi, Kapolres Ajak Warga Bersihkan Jombang dari Miras

Pemblokadean pintu gerbang pabrik tersebut, dikarenakan tak adanya solusi untuk mengatasi persoalan debu serbuk kayu yang mengganggu aktivitas warga setempat, selama tiga bulan lebih.

Kabid Pengendalian Pengawasan dan Penegakan Hukum Lingkungan DLH Jombang, Yuli Inayati, pihak DLH baru mendapat laporan dari warga Tunggorono secara resmi pada tanggal 6 September 2023.

Jamin Mutu Pendidikan Pelajar SD, Pengawas Sekolah di Jombang Ikuti Bimtek

Meski, sambung Ina, warga mengaku telah terganggu aktifitasnya oleh debu serbuk kayu dari pabrik pengolahan kayu, sejak bulan Juli kemarin.

Setelah menerima, laporan tersebut, pihaknya segera mendatangi pabrik pengolahan kayu di Desa Tunggorono. Dan dari hasil pemeriksaan DLH di pabrik tersebut diketahui memang ada beberapa hal yang menyebabkan debu serbuk kayu berterbangan di udara dan mengganggu aktivitas warga.

Puluhan Pelajar SD Negeri di Jombang Keracunan Makanan

"Memang ada kerusakan, dua alat pengendali pencemaran udaranya. Terus karena ada perubahan penggunaan bahan baku, sehingga mempengaruhi kinerjanya (alat pengendali pencemaran udara), sehingga tidak bisa optimal," kata Ina, Kamis, 5 Oktober 2023.

"Kalau misalnya mereka bisa menghisap (alat pengendali pencemaran udara) mungkin ukuran limbahnya (serbuk kayu), misalnya besar, nah kalau ini (ganti bahan baku) sangat halus begitu, makanya berat jenisnya lebih rendah daripada bahan baku sebelumnya, itulah yang mempengaruhi kinerja alat pengendali pencemaran udaranya," ujar Ina.

Ia mengaku pabrik pengolahan kayu di Tunggorono itu memiliki 6 alat pengendali pencemaran udara. Dan dua diantaranya dalam kondisi rusak. Berdasarkan dari hal itu, DLH mengeluarkan sejumlah rekomendasi kepada KLHK untuk melakukan langkah pencegahan pencemaran udara.

"Punya 6, rusak 2, jadi tinggal 4. Dan kami merekomendasikan tetap boleh berproduksi namun, sesuai dengan kapasitas terpasang alat pengendali pencemaran udara yang masih berfungsi dengan baik. Tapi produksi juga harus menyesuaikan dengan kemampuan alat tersebut, sepanjang debu tidak lepas ke udara berarti ya alat itu kemampuannya sudah terpenuhi," tuturnya.

Ketika ditanya apakah DLH juga merekomendasikan sanksi terhadap pabrik, oleh KLHK. Pihaknya mengaku terkait dengan sanksi itu bukanlah kewenangannya dari DLH namun kewenangan dari KLHK.

"Itu (sanksi) bukanlah kewenangan DLH, tetapi kewenangan dari pusat (KLHK), jadi itu sesuai dengan undang-undang yang baru, karena ini perusahaan PMA (perusahaan modal asing), maka menjadi kewenangan pusat," kata Ina.

Ia pun mengaku, meski tak memiliki kewenangan pihaknya terus melakukan pengawasan dan melaporkan secara berkala perkembangannya ke KLHK.

"Tapi kami terus berkoordinasi sejak awal tanggal 6 September, kita terus melaksanakan monev. Dan kami sudah menghentikan sesuai dengan hasil koordinasi dengan KLHK, telah dilakukan penghentian sementara untuk dua unit alat pengendali pencemaran udara, supaya tidak difungsikan dan dilakukan perbaikan secepatnya," ujarnya.

Bahkan, sambung Ina, pihak pabrik juga menjalankan rekomendasi yang diberikan, serta melaporkan perkembangan perbaikan alat pengendali pencemaran udara.

"Mereka (pabrik) sudah melakukan perbaikan, dan melaporkan terus perkembangannya ke kami (DLH) dan informasi yang kita terima, kemarin Sabtu dan Minggu proses perbaikan sudah selesai," tuturnya.

Ketika ditanya apakah sudah ada laporan dari warga terkait adanya dampak kesehatan warga yang terganggu akibat pencemaran udara berupa debu serbuk kayu tersebut.

Ia mengaku sementara ini, memang ada beberapa laporan masuk ke DLH terkait dampak pencemaran udara terhadap kesehatan warga. Khususnya pada anak-anak.

"Kemarin ada WA masuk, yang mengatasnamakan SDN Tunggorono satu dan dua, dan saat kami menanyakan apa dasar laporan itu, mereka mengatakan ada banyak anak yang sakit, dan mereka juga menyatakan bahwa itu merupakan dampak dari polusi Senfong (pabrik pengolahan kayu di Tunggorono)," kata Ina.

Ia pun mengaku sudah melaporkan segala temuan tersebut, ke KLHK. Dan berdasarkan informasi yang ia terima dalam waktu dekat KLHK akan mendatangi pabrik.

"Semua yang kami lakukan di sini kami laporkan ke KLHK. Dan kami meminta secara khusus untuk turun ke lapangan, cuman mampunya mereka baru akan datang pada tanggal 17 Oktober nanti," ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, tidak ada solusi atas permasalahan pencemaran udara, berupa debu serbuk kayu di Dusun Tunggorono, Desa Tunggorono, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, warga setempat akhirnya memblokade pintu gerbang pabrik.

Warga yang berjumlah hampir 50 orang itu, sebelumnya melakukan mediasi di kantor Desa Tunggorono, dengan menghadirkan DLH, dewan, Camat, Kapolsek dan perwakilan pabrik.

Namun, setelah ditunggu hingga waktu yang ditentukan, pihak perwakilan perusahaan pengolahan kayu, tidak hadir dalam pertemuan tersebut. 

Lantaran, tak ada solusi yang didapat, akhirnya 10 orang perwakilan warga dengan didampingi dewan, DLH, Camat, Kapolsek dan Kepala Desa, mendatangi perusahaan yang ada di jalan raya Prof Dr Nurcholish Madjid No 173 tersebut.

Setibanya di pabrik pengolahan kayu, perwakilan warga, dan pihak-pihak terkait ditolak oleh pihak perusahaan. Bahkan, perwakilan perusahaan tidak berkenan warga dan pihak-pihak terkait masuk ke dalam perusahaan.