Malang Corruption Watch Soroti Dugaan Kecurangan PPDB di Disdikbud Kota Malang
- Viva Malang
Malang, VIVA – Sejumlah pegiat anti korupsi dari Malang Corruption Watch (MCW) dan Forum Masyarakat Peduli Pelayanan Publik Dasar (FMP3D) mendatangi kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Malang pada Kamis, 3 Agustus 2023.
Mereka menyoroti dugaan kecurangan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2023. Mereka mengaku mendapat banyak laporan dari masyarakat atas kecurangan ini. Salah satunya jual beli kursi.
"Masalah dalam PPDB di Kota Malang beragam, seperti masalah pendataan yang buruk, minimnya sosialisasi pada masyarakat, server error, tidak transparannya data pagu, keterbatasan pagu sekolah, hingga jual beli kursi," kata Kepala Divisi Advokasi MCW, Ali Fikri Handani.
MCW bahkan menduga ada kecurangan sistemik dalam PPDB khususnya di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Salah satu contoh kasus adalah informasi adanya siswa yang telah diterima di salah satu SMPN dengan sistem zonasi. Namun tiba-tiba calon peserta didik tersebut pindah dan daftar pada sekolah lain yang dianggap favorit.
"Dia terdaftar di SMP favorit itu, yang menjadi masalah adalah calon peserta didik tersebut terdaftar di SMP favorit dengan jalur yang tidak jelas. Ini menjadi tidak jelas karena tidak ada nama calon peserta didik tersebut di jalur pendaftaran yang disediakan dalam sistem PPDB di SMP tersebut,” ujar Ali.
MCW mengklaim telah menelusuri di semua SMP Kota Malang melalui sumber perbandingan data dapodik dan PPDB online. Hasilnya, ada potensi total 1.075 pagu di Kota Malang yang proses penerimaannya di luar sistem PPDB.
“Untuk mengkonfirmasi data itu, kami melakukan penelusuran data lain dengan melihat data peserta didik secara langsung di beberapa SMP Kota Malang kemudian membandingkan dengan data PPDB online,” tuturnya.
Sementara itu, Sub Koordinator Kelembagaan dan Sarpras Disidikbud Kota Malang, Mufklih Adim mengatakan bahwa setelah sistem PPDB secara online selesai proses PPDB dilakukan secara offline selama pagu terpenuhi.
“Masyarakat juga berbondong-bondong datang ke ke diknas, MCW juga tahu siapa saja yang datang kesini. Terutama mereka yang dari keluarga tidak mampu dengan bukti KIP atau kartu pra sejahtera. Itu di luar mekanisme onlinenya, kita harus akomodir. Kalau disitu akhirnya lebih pagu ya karena yang diawasi MCW tadi,” kata Mufklih.
Dia mengungkapkan dalam dalam petunjuk teknis telah diatur, jika ada kekurangan pagu PPDB bisa dilakukan offline. Dia memastikan semua dilakukan sesuai prosedur.
“Jadi ada kosong dan dimasukkan ke offline. Soal ada siswa yang diterima di zonasi di SMPN A, tetapi kemudian pindah ke SMPN B bisa setelah online karena ada yang kosong. Itu memungkinkan karena tergantung keadaan lembaga sekolah tersebut,” ujarnya.
Disdikbud memastikan bahwa proses PPDB selama ini sudah dilakukan secara terbuka. Tahun ini, jumlah lulusan SD/MI sederajat ada 15 ribu siswa, sementara daya tampungnya 7 ribuan.
“Berapa persen yang offline dengan diakomodir siswa pra sejahtera mungkin hampir sama dengan data MCW sekitar 14 persen. Tidak masalah selama sekolah itu tidak melakukan kelebihan dari pagu, karena dapodik pagunya 32 per kelas. Lebih dari itu akan merah," kata Mufklih..
"Jika diterjang, siswa tidak akan dapat BOS dan siswanya tidak tercantum di sekolah tersebut dan tidak dapat ijazah. Dari dapodik ada peringatan. Maka harus diantisipasi dan menegur sekolah tersebut. Selama rangkaian PPDB tidak ada sekolah yang ditegur,” tambahnya.