Dua Koruptor Pupuk Subsidi di Jombang Dijebloskan ke Penjara
- Elok Apriyanto / Jombang
Jombang, VIVA – S (62 tahun) dan M (58 tahun) dua orang koruptor pupuk bersubsidi tanaman tebu di Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, dijebloskan ke penjara oleh Kejaksaan Negeri Jombang, pada Jumat, 21 Juli 2023.
Dimana S memiliki peran sebagai distributor dalam kasus tersebut. Dan M merupakan pengecer sekaligus ketia KUD Dewi Sartika di Kecamatan Sumobito.
Keduanya ditetapkan tersangka oleh penyidik Kejaksaan Negeri Jombang, pada tanggal 13 Februari 2022, lantaran membuat RDKK abal-abal pada penyaluran pupuk bersubsidi untuk tanaman tebu di Kecamatan Sumobito, pada tahun 2019. Dengan kerugian mencapai Rp480 juta.
"Hari ini jaksa penuntut umum sudah menerima tahap 2, penerimaan tersangka dan barang bukti dari penyidik," kata Kepala Kejaksaan Negeri Jombang, Tengku Firdaus.
Ia mengaku kedua tersangka yakni S dan M, didampingi para penasehat hukumnya. Dan dalam pelimpahan tahap dua ini, tersangka dimintai keterangan dan pemeriksaan barang bukti.
"Selama proses tahap dua berjalan, ada beberapa pertanyaan yang kami tanyakan pada tersangka, sebagai administrasi tahap dua. Kemudian penelitian barang bukti yang diserahkan kepada penyidik," ujarnya.
Setelah dilakukan pemeriksaan barang bukti dan tersangka, Firdaus menyebut kedua tersangka dilakukan penahanan untuk 20 hari kedepan.
"Berdasarkan nota pendapat dari penuntut umum yang diajukan pada saya, dan saya mengambil kebijakan untuk melakukan penahanan pada para tersangka selama 20 hari kedepan, tanggal 21 Juli hingga 9 Agustus 2023 ya," tuturnya.
Kini, kedua tersangka pelaku korupsi pupuk bersubsidi tanaman tebu itu, dijebloskan ke sel tahanan lapas II B Jombang. Sebagai titipan dari kejaksaan.
"Kita titipkan sementara ke lapas kelas IIB Jombang. Untuk segera kita limpahkan ke Pengadilan Tipikor Surabaya," kata Firdaus.
Saat ditanya apakah yang menjadi alasan Kejaksaan menahan kedua tersangka di lapas IIB Jombang, pihaknya mengaku untuk mempercepat proses penuntutan.
"Ini untuk mempercepat proses penuntutan saja. Dan nanti kita lihat perkembangannya. Persidangan nanti akan melalui online atau offline. Kalau offline kita akan titipkan di lapas kejaksaan tinggi Jawa Timur," ujar Firdaus.
Disinggung terkait adanya upaya penangguhan penahanan terhadap kedua tersangka melalui tim kuasa hukumnya.
Firdaus mengaku memang ada pengajuan penahanan oleh tim kuasa hukum para tersangka. Namun demikian secara aturan pihaknya belum bisa menerima permintaan tersebut.
"Permohonan dari kedua tersangka memang ada. Namun alasannya kenapa, ya untuk mempercepat proses penuntutan saja. Dan kami selaku penuntut umum menggunakan kewenangan kami," tuturnya.
"Berdasarkan ketentuan pasal 21 ayat 4, KUHAP memang alasan obyektifnya ancaman pidananya diatas 5 tahun. Kemudian pasal 21 ayat 1, itu alasan subyektifnya dikhawatirkan terdakwa ini melarikan diri, menghilangkan barang bukti, itu alasannya," ujar Firdaus.
Berdasarkan hasil audit ada sekitar Rp480 juta kerugian negara yang diakibatkan perbuatan kedua tersangka dalam membuat RDKK abal-abal.
"Kerugiannya Rp480 juta dari hasil audit ahli kami. Dan terkait pengembalian uang yang dilakukan S, nanti akan jadi pertimbangan fakta di persidangan nanti. Baru S yang mengembalikan uang," kata Firdaus.
"Pasal yang disangkakan pada dua tersangka ini, primer. Pasal 2 jo, pasal 18 ayat 1 ke 4, undang-undang nomor 3199, sebagaimana di ibu badan undang-undang 20 tahun 2021, tentang tindak pidana korupsi, subsidernya pasal 3," tuturnya.
Firdaus menegaskan, kedua tersangka ini ditahan karena melakukan penyusunan RDKK fiktif. "Secara detail saya gak bisa menyebutkan karena itu obyek penyidikan. Namun secara garis besar ada manipulasi data oleh tersangka M kemudian diteruskan ke tersangka S. Itu yang menjadi panduan," katanya.
"Jadi sebenarnya data-data penerima pupuk ini, tidak dibuat dan disusun oleh pejabat yang berwenang sebenarnya, yakni PPL dan kelompok tani ya. Indikasinya RDKK abal-abal, pada tahun 2019. Dan tersangka baru dua," ujar Firdaus.