Polinema Terancam Rugikan Negara Dalam Polemik Pengadaan Tanah Pengembangan Kampus
- Istimewa
Malang, VIVA – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Jawa Timur melakukan pemeriksaan atas dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tanah kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema) pada Kamis, 22 Februari 2024 kemarin.
Pemeriksaan berkaitan dengan dugaan tindak korupsi pengadaan tanah kampus Polinema. Kampus ini pun terancam terkena denda atas pengadaan tanah pengembangan kampus yang dilakukan sejak tahun 2020. Penyebabnya, proses pengadaan itu terhenti sejak Polinema mengalami pergantian pimpinan.
Terbaru mantan Direktur Polinema Awan Setiawan diperiksa oleh Kejati Kamis kemarin. Sebelumnya Tim 9 juga sudah diperiksa. Pengadaan tanah untuk pengembangan kampus Polinema sendiri dilakukan sejak 2020, masuk dalam Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah tahun 2019-2024. Sedangkan, saat proses pengadaan tanah berlangsung, Awan Setiawan menjabat sebagai Direktur Polinema.
Didik Lestariono, kuasa hukum Awan Setiawan mengatakan bahwa kliennya diperiksa sejak pukul 10.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB pada Kamis kemarin. Awan dicecar 54 pertanyaan dalam pemeriksaan itu.
Didik menuturkan, dalam proses penyidikan diketahui bahwa proses pengadaan tanah tersebut keputusan sepenuhnya dilakukan oleh Tim 9. Tim yang khusus dibentuk untuk pengadaan tanah pengembangan Polinema.
"Dan tim 9 itu, ada ketuanya sendiri dan penanggung jawabnya. Ketuanya bukan Pak Awan. Selain itu terkait harga tanah sebesar Rp6 juta per meter persegi dari pemeriksaan tersebut didapati bahwa harga itu dinilai telah sesuai. Dan juga telah mengacu pada Perpres 148 tahun 2015 dan Permen ATR/BPN nomor 5 tahun 2012. Intinya bahwa pengadaan tanah di bawah satu hektare tidak perlu menggunakan (jasa) appraisal," kata Didik.
Didik mengungkapkan, dari pemeriksaan yang dilakukan ada potensi kerugian negara akibat sisa pembayaran yang menyisakan 3 termin. Didik menyebut, sisa pembayaran dengan sengaja tidak dilanjutkan oleh Direktur Polinema saat ini Supriatna sejak Awan Setiawan masa jabatannya habis pada akhir 2021 lalu.
"Kan ada sisa tiga termin, totalnya sekitar Rp20 Miliar, itu pembayarannya terhenti sejak Pak Awan tidak menjabat. Padahal anggaran sudah disiapkan, dan sudah masuk dalam DIPA 2022. Pihak Polinema terancam terkena denda keterlambatan dan berubahnya nilai NJOP tanah dari pemilik tanah. Karena tidak membayar termin yang disepakati dalam akta notaris," ujar Didik.