Kuasa Hukum Eks Peneliti BRIN Anggap Ujaran Andi Spontan Dan Didasari Teori Ilmiah

Andi Pangerang Hasanuddin terdakwa kasus ujaran kebencian.
Sumber :
  • Elok Apriyanto / Jombang

Jombang, VIVA – Terdakwa kasus ujaran kebencian Andi Pangerang Hasanuddin akan disidangkan ke PN Jombang pada Selasa, 18 Juli 2023 besok untuk agenda pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Sedikitnya ada 17 orang saksi yang diajukan JPU dalam agenda sidang lanjutan kasus ujaran kebencian yang dilakukan mantan peneliti BRIN itu.

Kuasa hukum terdakwa, Palupi Pusporini menjelaskan, pihaknya saat ini masih menunggu hasil pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan JPU.

"Kita masih nunggu hasil sidang besok, baru kita akan tentukan strategi apa yang akan kita lakukan, termasuk agenda mengajukan saksi yang meringankan terdakwa," kata Palupi, Senin, 17 Juli 2023.

Saat ditanya apakah yang menjadi pemicu kliennya bisa membuat kalimat yang kini mengantarkan APH ke meja hijau.

Ia menegaskan, bahwa kliennya pernah satu lembaga dengan Prof Thomas Djamaluddin. Yang sosok ini adalah figur yang dikagumi kliennya.

"Ya komentar yang dilakukan klien kami ini kan spontanitas, karena sosok yang dikaguminya (Thomas) sedang terlibat perdebatan terkait perbedaan penetapan 1 Syawal 1444 Hijriah antara Muhammadiyah dengan pemerintah, di salah satu unggahan Facebook," ujarnya.

Dia menjelaskan, karena sosok Prof Thomas ini, pernah sama-sama bekerja di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), sebelum akhirnya dilebur menjadi Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN).

"Jadi unggahan klien kami ini soal penetapan hari raya itu, berdasarkan hal yang ilmiah. Namun menjadi perdebatan karena ada unggahan pendapat orang lain," tuturnya.

Ia menegaskan, keilmuan yang ditekuni oleh kliennya bukan datang dalam waktu yang singkat. Karena setelah di LAPAN kliennya mengabdikan diri di salah satu lembaga NU di Jawa Barat.

"Saat berada di LAPAN, klien kami juga mengabdikan diri di lembaga Falakiyah (LFNU) PW NU Jabar, untuk masa khidmat 2021 hingga 2026," katanya.

Dengan latar belakang itulah, Palupi mengaku unggahan yang dilakukan kliennya memang didasari keilmuan Falakiyah.

"Jadi latar belakang kalimat yang dibuat memang berdasarkan keilmuan. Namun klien kami terprovokasi hingga akhirnya keluar kalimat yang kini menjadi viral dan dilaporkan oleh kelompok Muhammadiyah ke Polisi," ujar Palupi.

Sementara itu, APH dalam sidang perdana yang diikutinya secara daring kemarin, pihaknya mengaku pernah berada di LAPAN sebelum di BRIN. Saat ditanya majelis hakim Bambang Setiawan.

"Pekerjaannya pegawai negeri sipil, di badan riset dan inovasi nasional (BRIN) dulu masih LAPAN," tutur APH menjawab pertanyaan majelis hakim Bambang Setiawan.

Atas perbuatannya APH di dakwa dua pasal UU ITE. Yakni pasal 45A ayat (2), Jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 19 tahun 2016, tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Dan yang kedua pasal 45B Jo, pasal 29 Undang-undang Nomor 19 tahun 2016, tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).