Gugatan APQANU ke PBNU Tak Diterima PN Jombang, Ini Alasannya
- Elok Apriyanto / Jombang
Jombang, VIVA – Sidang gugatan perdata yang diajukan para kader NU di Jombang terhadap PBNU dan PCNU Jombang masa khidmat 2023-2024, memasuki tahap putusan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jombang.
Gugatan yang dilakukan oleh Kiai Haji M Salmanudin Yazid, Sugiarto dan Kiai Haji Abdussalam Shohib, yang mengatasnamakan Aliansi Penegak Qonun Asasi Nahdlatul Ulama (APQANU) itu, tidak dapat diterima oleh PN Jombang.
Gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) yang terdaftar di PN Jombang dengan nomor register 53/Pdt.G/2023/PN JBG ini tidak diterima lantaran cacat formil.
"Gugatan pada PBNU yang sudah diputuskan oleh majelis hakim hari ini. Dan oleh majelis hakim gugatan itu dinyatakan pertama putusannya tidak dapat diterima, baik provisinya, maupun dalam pokok perkaranya," kata Ketua PN Jombang, Bambang Setyawan, Rabu, 8 November 2023.
"Esepsinya juga tidak dapat diterima oleh para tergugat, kemudian dalam pokok perkaranya juga dinyatakan para penggugat tidak dapat diterima," ujar Bambang.
Ia pun menjelaskan salah satu pertimbangannya, para majelis hakim memutuskan perkara gugatan ini tidak dapat diterima lantaran permasalahan ini seharusnya diselesaikan terlebih dahulu di internal organisasi.
"Kenapa kok dinyatakan tidak dapat diterima, salah satu pertimbangannya yang menjadi dasar yaitu, penyelesaian internal itu bersifat imperatif. Imperatif itu artinya wajib diselesaikan di internal dulu baru melalui proses pengadilan, dan itu sudah ditetapkan oleh AD/ART, peraturan perkumpulan NU," tutur Bambang.
Selain itu, ada juga pasal 57 ayat 2, undang-undang tentang organisasi kemasyarakatan, yang mengatur hal tersebut.
"Pasal 57 ayat 2 undang-undang organisasi masyarakatan juga menyatakan seperti itu, menyatakan bahwa harus ada mekanisme mediasi yang harus ditempuh, dilakukan oleh pemerintah, jadi tidak boleh secara tiba-tiba ke pengadilan," kata Bambang.
"Kemudian lebih detail lagi diatur dalam pasal 49 sampai pasal 55, PP (peraturan pemerintah) 58 tahun 2016, tentang pelaksanaan undang-undang nomor 17 tahun 2013, tentang organisasi kemasyarakatan (ormas), bahwa menyebutkan dalam hal mediasi, sebagimana pasal 57, ayat 2, bahwa kalau persoalan itu di pemerintah tidak selesai, atau tidak tercapai kesepakatan, maka penyelesaian sengketa ormas dapat ditempuh melalui pengadilan negeri," ujar Bambang.
Selain itu, ada ketentuan di pasal 56 ayat 2 yang menyatakan, dilanjutkan dengan PP 58, tahun 2016.
"Jika mediasi sengketa ormas, yang dimaksud dalam pasal 53 ayat 2 tidak tercapai, kesepakatan. Para pihak dapat menempuh penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri," tutur Bambang.
Dalam perkara gugatan perdata APQANU terhadap PBNU maupun PCNU Jombang, diketahui bahwa para pihak belum ada yang menempuh penyelesaian sengketa secara berjenjang seperti yang diamanatkan undang-undang yang berlaku, maka gugatan itu mengandung cacat formil.
"Maka gugatan itu mengandung cacat formil, yaitu gugatan yang diajukan prematur. Karena para pihak, baik penggugat maupun tergugat, belum menempuh mekanisme penyelesaian sengketa secara berjenjang sebagaimana diatur dalam pasal 57 ayat 2 undang-undang tentang organisasi kemasyarakatan," kata Bambang.
"Mekanisme ini sifatnya imperatif, kalau yang namanya imperatif maka wajib dulu ditempuh. Baik mediasi yang dibantu pemerintah maupun mediasi yang dibantu PBNU sendiri. Sampai putusan ini dikeluarkan, para pihak tidak memiliki bukti-bukti, mengajukan mediasi secara berjenjang penyelesaian sengketa organisasi," ujar Bambang.
Bambang menjelaskan, bila mekanisme penyelesaian sengketa organisasi ini ditempuh dan tidak ditemukan kesepakatan, maka penyelesaian sengketa ini bisa diajukan ke pengadilan.
"Kalau mekanisme itu diselesaikan, kemudian tidak selesai di sana, kemudian mediasi oleh pemerintah tidak selesai, maka baru perkara itu dibawa ke pengadilan," tuturnya.
Ia pun menjelaskan bahwa perkara ini tidak ditolak, namun tidak diterima oleh PN Jombang.
"Tidak dapat diterima itu artinya perkara ini masuk dalam status quo, ini masalah, masalah cacat formil, bukan masalah faktanya. Dia hakim, belum memeriksa pokok perkaranya, tapi yang diperiksa ini masih formalitas baik gugatan maupun jawaban dari para pihak itu," kata Bambang.