Ini Peran Masing-masing Tersangka Pengelola Kos Mesum di Jombang

Pengelola kos saat diamankan polisi.
Sumber :
  • Elok Apriyanto/Jombang

Jombang, VIVAPolsek Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, membongkar praktik bisnis esek-esek berkedok kamar kos mesum.

Rumah Warga Jombang Disatroni Maling, Baru Sadar Saat Akan Santap Sahur

Dari penangkapan yang dilakukan unit Reskrim Polsek Jombang, terhadap 3 orang tersangka yakni SJ (58 tahun), AL (52 tahun) dan TG (26 tahun) diketahui bahwa masing-masing tersangka ini memiliki peran berbeda.

Kapolsek Jombang, AKP Soesilo menjelaskan bahwa masing-masing tersangka ini memiliki peran yang berbeda saat menjalankan bisnis esek-esek ini.

Warga Jombang Janggal Dengan Bangunan Pendopo Seharga Ratusan Juta

Ia menyebut, salah satu peran tersangka ini adalah memasarkan kos tersebut ke group- group yang ada di media sosial (medsos).

"Sewanya ini per jam Rp30 ribu. Juga dipasarkan melalui group media sosial Facebook. Grup ini namanya info kos bebas open Jombang," kata Soesilo, Jumat, 7 Maret 2025.

Jalan Rabat Beton di Desa Marmoyo Jombang, Diduga Dibangun Di Atas Tanah Perhutani

Ia menegaskan para tersangka ini tergolong sudah lama dalam menjalankan bisnis esek-esek di kota santri ini.

"Beroperasi sudah setahun lebih. Dimana dalam sehari para pelaku ini bisa mendapatkan (minimal) 10 pasangan pelanggan," ujarnya.

Ia pun menjelaskan bahwa masing-masing tersangka ini memiliki peran yang berbeda-beda. Seperti SJ ini berperan sebagai pengelola yang menerima uang sewa dari para pelanggan sebesar Rp30 ribu.

"Ada 3 ya, yang SJ ini pengelola, kemudian AL ini perannya sebagai marketing offline, dan TG ini berperan sebagai marketing online, yang memasarkan ke grup Facebook," tuturnya.

Ia pun menyebut bahwa berdasarkan peran masing-masing tersangka ini, honor yang diterima dari jasa menyewakan kamar kos pada pelanggan juga berbeda.

"Yang Rp20 ribu ini disetor ke SJ, dan sisanya Rp10 ribu ini dibagi berdua untuk AL dan TG, masing-masing 5 ribu rupiah," kata Soesilo.

Pihaknya pun menjelaskan bahwa selama beroperasi, para pelaku ini menyasar kalangan menengah ke bawah atau kelas pekerja.

"Kalau pelajar gak ada. Ya kalangan menengah ke bawah, pekerja-pekerja," ujarnya.

Atas perbuatannya itu para pelaku dijerat dengan pasal 296 KUHP.