Terbukti Mencabuli 5 Santrinya, Kiai di Kabupaten Malang Divonis 15 Tahun Penjara
- Freepik
Malang, VIVA – Seorang kiai yang juga pengasuh pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang, M Tamyiz Al Faruq, dinyatakan terbukti bersalah melakukan kekerasan seksual berupa pencabulan kepada santrinya.
Putusan tersebut disampaikan oleh majelis hakim yang dipimpin Jimmi Hendrik Tanjung dalam sidang putusan perkara nomor 362/Pid.Sus/2023/PN.Kpn yang digelar di ruang Kartika PN Kepanjen, pada Senin, 8 Januari 2024.
”Terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan cabul (kepada 5 santrinya) sebagaimana dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU),” demikian putusan yang dibacakan majelis hakim.
Atas perbuatannya tersebut, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman pidana kepada M Tamyiz berupa pidana 15 tahun penjara, denda Rp1 miliar, dan subsider kurungan 6 bulan.
Adapun pertimbangan majelis hakim menjatuhkan vonis tersebut kepada terdakwa karena ada hal yang memberatkan, yaitu perbuatan terdakwa merusak masa depan dan cita-cita anak korban, mencoreng citra dan teladan pesantren sebagai lembaga pendidikan, menimbulkan trauma pada korban, meresahkan masyarakat dan berbelit-belit pada persidangan.
Diketahui, kasus kekerasan seksual ini berawal dari laporan sejumlah korban ke Polres Malang pada 7 Januari 2022. Para korban ini melaporkan M Tamyiz karena melakukan pencabulan kepada santrinya pada tahun 2020.
Disebutkan bahwa santri yang menjadi korban pencabulan dari M Tamyiz ini ada puluhan orang. Namun, hanya 5 korban yang berani melapor. Sedangkan sisanya tak berani melapor karena mendapat tekanan dari pondok pesantren.
Kasus kekerasan seksual ini kemudian diproses oleh Polres Malang. Dalam perkembangannya, M Tamyiz beberapa kali mangkir dari panggilan polisi hingga ditetapkan menjadi buronan pada April 2023.
Setelah dilakukan pencarian, Polres Malang akhirnya berhasil menangkap M Tamyiz pada 25 Mei 2023. Selanjutnya, kasus kekerasan seksual ini pun masuk ke meja hijau pada Agustus 2023.
Dalam sidang tuntutan, JPU menuntut terdakwa dengan hukuman pidana 15 tahun penjara dikurangi masa tahanan, denda Rp1 miliar rupiah, dan subsider empat bulan kurungan.