DPRD Jatim Sebut RPP Turunan UU Kesehatan Berpotensi Matikan Petani dan Industri Hasil Tembakau
- Istimewa
Malang, VIVA – Kementerian Kesehatan sedang menyusun peraturan turunan dari UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. Langkah ini menuai banyak kritik. Sebab regulasi ini bakal berimbas pada kelangsungan hidup dan usaha petani tembakau hingga Industri Hasil Tembakau (IHT).
Anggota DPRD Jawa Timur Daniel Rohi mengatakan, ada sejumlah poin dalam regulasi itu yang merugikan petani tembakau dan IHT. Seperti, larangan penjualan rokok secara eceran, larangan iklan produk tembakau di tempat penjualan umum, ruang publik, dan internet. Serta yang dianggap paling kejam adalah dorongan bagi petani untuk alih tanam.
"Rancangan Peraturan Pemerintah ini hanya terpaku pada aspek kesehatan, serta mengenyampingkan aspek penting lainnya. Seperti keberlangsungan ekonomi, sosial, lingkungan, dan sebagainya,“ kata Daniel.
Dalam pandanganya, larangan yang ada dalam regulasi dianggap membatasi penjualan dan promosi. Hal ini dikhawatirkan perlahan mematikan Industri Hasil Tembakau. Dia menyebut solusi alih tanam dari tembakau ke tanaman lain menunjukan regulator tidak paham sosiologis masyarakat Jawa Timur. Dimana menanam tembakau telah menjadi budaya dan identitas kultural mereka.
"Mendorong untuk mengalih komuditas identik dengan mencabut budaya dan identitas mereka. Selain itu, Jatim adalah penghasil nomor satu tembkau nasional dengan total 130.202 ton/tahun atau penyumbang 65 persen produksi tembakau nasional," ujar DPRD Dapil Malang Raya ini.
Disisi lain, jika IHT mati pendapatan negara dari cukai rokok juga akan berkurang. Padahal cukai rokok penyumbang besar bagi APBN. Pada 2022 kontribusi cukai rokok memberi sumbangsih mencapai Rp218,6 triliun. Realisasi penerimaan cukai wilayah Jatim tahun 2022 mencapai Rp135,16 triliun atau sebesar 61,83 persen dengan jumlah pabrik rokok terdaftar di wilayah Jatim sebanyak 754 dan mempekerjakan ribuaan pekerja.
"Sejatinya norma-norma yang tertuang mengakomodir secara seimbang dan adil antara upaya memproteksi kesehatan masyarakat dan upaya menjaga eksistensi ekosistem pertembakauan yang meliputi petani, idustri hasil tembakau, pedagang di tingkat retail, biro ikalan, transportasi, dan masyarakat selaku konsumen. Hal ini penting, mengingat para IHT adalah usaha yang legal dan sepatutnya dilindungi," tutur Anggota DPRD Jatim Komisi B ini.
Sementara itu Sekjen Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) K. Mudi, mengungkapkan keberatan dengan penyusunan peraturan turunan dari UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 (UU Kesehatan). Apalagi dorongan bagi petani untuk alih tanam dianggap bukan solusi yang bijak.
“Konversi tanaman tembakau agak sulit dikarenakan tidak ada tanaman hortikultura lainnya yang mempunyai nilai sepadan dengan hasil panen dari tembakau. Ditambah kesulitan yang akan muncul, seperti kelangkaan pupuk dan keterbatasan curah hujan di wilayah tertentu, yang sampai saat ini belum bisa diatasi oleh pemerintah,“ kata Mudi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi tembakau di Indonesia mencapai 236.900 ton pada 2021. Angka tersebut turun 9,374 dari tahun sebelumnya yang sebesar 261,4 ribu ton.
Jawa Timur menjadi provinsi penghasil tembakau terbesar di tanah air mencapai 110.800 ton. Ini sejalan dengan luas area perkebunan tembakau yang mencapai 101.800 hektare (ha). Kabupaten Jember merupakan daerah yang terkenal sebagai penghasil tembakau di provinsi ini, Jumlah produksi tembakau di Jember mencapai 24.285 ton pada 2021.