Polisi Sebut Gas Air Mata Tak Mematikan, Korban : Mereka Tak Merasakan

Tragedi Kanjuruhan
Sumber :
  • Istimewa

Malang – Belum lama ini, Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo memberikan pernyataan bahwa penggunaan gas air mata dalam Tragedi Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 tak mematikan.

UMM Jadi yang Terbanyak se-Indonesia Dalam Loloskan Proposal di P2MW

Hal tersebut membuat korban memberikan reaksi.

Salah satu korban tragedi Kanjuruhan adalah, Kevia Naswa Ainurrohma (18 tahun) warga New Puri Kartika Asri, Kota Malang.

Lutfil Hakim: PWI Malang Raya Harus Ikut Serta Memajukan Pembangunan di 3 Daerah

Dia mengalami pendarahan pada bagian mata. Kevia mengalami mata merah pada bagian kanan dan kiri sejak tragedi itu berlangsung sampai saat ini.

Dalam tiga hari pertama, dia merasakan dadak sesak dan mata pedih.

PWI Dianggap Mampu Tarik Investor Untuk Pembangunan di Malang Raya

"Polisinya tidak merasakan langsung. Tapi yang dirasakan kami (korban) saat itu panik. Dan yang saya rasakan gas air matanya perih dimata sama sesek-sesek di dada. Pedih sampai tidak bisa lihat," kata Kevia.

Kevia sangat menyayangkan pernyataan Polri soal penggunaan gas air mata.

Lebih disayangkan lagi alasan polisi menembakan gas air mata langsung ke arah tribun.

Padahal di tribun suporter lebih kondusif dan banyak anak kecil, perempuan dan ibu-ibu.

"Polisinya apakah tidak tahu, di sana (tribun) banyak anak kecil dan banyak anak perempuan, ibu-ibu. Bayangkan saja, kalau ada yang punya penyakit asma gitu kan rentan kalau kena gas air mata. Sudah kena gas air mata rasanya pedih sama panik," ujar Kevia.

Sementara, Ibu dari Kevia Triwa Kus (43 tahun) mengungkapkan, saat tragedi Kanjuruhan terjadi keluarganya langsung mencari Kevia disejumlah rumah sakit di Kepanjen, Malang.

Keluarga sangat panik karena tidak menemukan Kevia.

Sementara, kondisi di rumah sakit banyak Aremania yang terluka dan meninggal dunia.

Sekira pukul 02.00 WIB, Minggu, 2 Oktober 2022, ada empat orang Aremania datang mengantar putrinya dengan kondisi terluka.

Matanya saat itu sudah merah, kakinya terluka akibat tertusuk besi saat proses evakuasi di dekat pintu keluar. Putrinya saat itu lemas.

"Jadi tidak hanya matanya yang merah. Ada bintik-bintik seperti debu di wajah anak saya. Seperti flek, tiga hari baru hilang. Termasuk sesaknya tiga hari baru hilang. Kalau luka di mata karena gas air mata masih merah dan sempat pedih dan membuat pusing anak saya," tutur Triwa.

Aksi sujud polisi dianggap sia-sia jika Tragedi Kanjuruhan tidak diusut tuntas.

Sebab, muara dalam kasus ini adalah keadilan bagi semua korban.

"Tidak ngaruh (aksi sujud polisi) menurut saya terutama buat mereka yang meninggal dunia. Penting dari kasus ini adalah harus diusut tuntas sampai ada keadilan. Karena kasihan mereka yang meninggal dunia," kata Triwa.