Simbol Duka, Aremania Nyalakan Lilin di Depan Stadion Gajayana
- Viva Malang
Malang – Tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang menyisakan duka mendalam, tak hanya bagi keluarga, tapi seluruh Aremania Malang Raya. Sebagai bentuk duka, Aremania Malang Raya berkumpul di depan Stadion Gajayana, Kota Malang untuk berdoa dan menyalakan lilin pada Minggu, 2 Oktober 2022 malam.
"Bersama-sama dengan yang lain. Kita akan mencari keadilan seadil-adilnya. Setelah malam ini, selanjutnya akan kita lakukan (nyala lilin) selama 7 hari sembari menunggu proses hukum yang berjalan. Bendera setengah tiang juga kita lakukan bersama sama. Bendera Arema ataupun bendera Indonesia, apapun itu semua kita naikan selama 7 hari," tutu Ambon Fanda, perwakilan Aremania.
Aksi ini dilakukan sebagai simbol duka atas kepergian 125 Aremania dalam tragedi Kanjuruhan, Sabtu, 1 Oktober 2022.
Tetesan air mata Aremania tidak terbendung di malam aksi keprihatinan ini. Mereka menilai Tragedi Kanjuruhan merupakan pembantaian manusia. Bagaimana tidak, suporter di bagian tribun yang tidak turun ke lapangan di tembak gas air mata.
Lalu, suporter yang berusaha keluar dari tribun kesulitan karena pintu stadion justru ditutup. Suporter terjebak dalam stadion dengan penuh kepulan gas air mata. Padahal di dalam tribun terdapat wanita, anak-anak dan suporter lainnya.
"Indonesia ini pembantaian. Gimana gak dibantai, ditembaki gas air mata, tapi pintu ditutup. Gimana gak banyak orang mati, banyak anak kecil juga. Ratusan orang dibunuh didepan mata ribuan orang. Masak satu tersangka aja satu hari gak bisa ditangkap. Gak masuk akal ini," kata salah satu perwakilan Aremania, Ambon Fanda.
Berdasarkan pandangan reporter VIVA di lapangan, kondisi Sabtu malam dalam tragedi Kanjuruhan cukup mencekam. Asap tembakan gas air mata menembus ruang lobby Stadion Kanjuruhan. Kepulan asap lebih parah jelas terlihat di area tribun dan lapangan.
Tidak lama kemudian, lalu lalang Aremania saling mengevakuasi rekannya menuju ruang lobby stadion. Kepanikan jelas terlihat diwajah mereka. Sebagian dari mereka yang digotong oleh Aremania dalam kondisi kaku dan meninggal dunia.
Tim medis yang disediakan saat itu tidak cukup untuk merawat ratusan Aremania. Beberapa jurnalis bahkan juga ikut melakukan pertolongan. Sebagian besar sesak nafas karena gas air mata dan sebagian luka-luka karena terinjak-injak.
Dari 125 sekitar 30 suporter meninggal di Kanjuruhan, dan sisanya meninggal di rumah sakit.
Pandangan mata kami, jenazah Aremania saat itu berada di sudut-sudut lobby stadion. Dimulai di pintu masuk VIP sebelah selatan, di pintu tengah VIP, di depan ruang ganti pemain, musala, ruang kesehatan bahkan ada pula di lapangan sepak bola. Kondisinya, mereka ditutup dengan alat seadanya, banner, kain, kardus atau sebagainya.
"Gimana bukan pembantaian, gas air mata ditembakan, tapi pintu ditutup. Banyak orang mati disana. Advokasi kita siapkan bersama yang lain juga. Kita bersama-sama mencari keadilan seadil-adilnya," ujar Ambon Fanda.
Saat ini, Aremania sedang membentuk tim advokasi untuk mengusut tuntas kasus ini. Aremania menuntut polisi profesional dan segera menetapkan tersangka atas kematian ratusan Aremania. Sebagai simbol perlawanan mereka mengibarkan bendera setengah tiang selama 7 hari di sudut-sudut Malang.