Pendapat Aktivis Perempuan di Jombang Soal Debat Pilbup Isu Perempuan dan Anak
- VIVA Malang (Elok Apriyanto/Jombang)
Jombang, VIVA – Dalam debat Pemilihan Bupati Jombang (Pilbup Jombang) yang diselenggarakan oleh KPU Jombang, Jawa Timur, kemarin di hotel Yusro. Terdapat isu soal perempuan dan anak yang dipertayakan oleh panelis.
Para peserta debat, baik pasangan nomor 01, Mundjidah Wahab - Sumrambah, maupun pasangan nomor 02, Warsubi - Salmanudin Yazid, memberikan jawaban pada pertanyaan yang dilontarkan panelis Khalid Mawardi dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
Dari jawaban kedua pasangan calon (Paslon) itu, aktivis perempuan dari lembaga pendampingan perempuan dan anak korban kekerasan Women’s Crisis Center (WCC) Jombang memberikan respon.
"Jawaban paslon secara spesifik belum menyampaikan inovasinya apa, atau perubahan apa yang dibuat sebagai upaya pencegahan penanganan dan mendukung upaya penegakkan hukum untuk kasus kekerasan seksual," kata Ketua Women’s Crisis Center Jombang, Ana Abdillah, Rabu, 23 Oktober 2024.
Ana menilai jawaban dari paslon Mundjidah - Sumrambah lebih mengarah dalam isi pokok materi dari pertanyaan panelis. Karena pasangan petahana ini berpegang pada data bukan angan-angan.
"Berkaitan dengan datanya yang spesifik yang paling menguasai data isu perempuan dan anak ya di paslon satu aku melihatnya," ujarnya.
Ia pun menjelaskan bahwa memang pasangan petahana ini, sebelumnya sudah melakukan berbagai penanganan soal isu perempuan dan anak. Sehingga jawaban mereka lebih berdasarkan fakta.
"Karena disitu Ibu Nyai Mundjidah sebagai calon Bupati menyampaikan adanya program bimbingan pranikah yang bekerjasama dengan Kementerian Agama, terus memperkuat sinergitas antara lembaga penyedia layanan pemerintah dan lembaga penyedia layanan masyarakat seperti WCC Jombang gitu," tuturnya.
Sementara pasangan Warsubi - Salman dinilai belum memiliki jawaban yang spesifik mengenai isu materi itu.
"Kalau melihat Paslon nomor dua sendiri itu aku malah belum melihat jawaban-jawaban secara kongkrit dan spesifik bisa menjawab 3 dosa besar dunia pendidikan, isu perundungan, isu kekerasan seksual dan intoleransi," katanya.
Hal ini dikarenakan, pada paslon nomor 02, tidak menjawab pertanyaan panelis dengan benar, namun mereka justru membahas soal lain, seperti honor guru, dan hal itu pun masih belum secara utuh dan gamblang.
"Karena dari paslon nomor dua sendiri kan hanya menjawab soal kesejahteraan guru yang sebenernya itu masih belum spesifik dan masih belum relevan, masih belum mengena menjawab inovasi bagaimana Pemerintah Daerah (Pemda) bisa menjawab isu pokok perlindungan perempuan dan anak," ujarnya.