Tarif PBB di Jombang Naik Drastis, Bapenda Akui Ada Kesalahan Appraisal

Kepala Bapenda Jombang, Hartono.
Sumber :
  • Elok Apriyanto / Jombang

Jombang, VIVA – Naiknya tarif pajak bumi dan bangunan (PBB), hingga 300 sampai 500 persen, ternyata dilatarbelakangi adanya kesalahan appraisal dari pihak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Jombang Jawa Timur.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Bapenda Hartono, usai mengikuti hearing di ruang Komisi B DPRD Jombang.

Hartono mengatakan bahwa pemanggilan Bapenda ke ruang Komisi B DPRD Jombang, berkaitan dengan adanya keluhan dari masyarakat soal naiknya besaran tarif PBB.

"Jadi komisi B menanyakan terkait adanya keluhan masyarakat yang pajaknya naik tinggi, yang pajaknya turun jelas gak teriak-teriak (mengeluh)," kata Hartono, Kamis, 1 Februari 2024.

Ia menegaskan, bahwa pihaknya sudah menyampaikan ke wakil rakyat di komisi B, bahwa Pemerintah Kabupaten sudah melakukan sosialisasi ke 21 Kecamatan yang ada di Jombang, agar nantinya yang merasa keberatan dengan tarif PBB, bisa dilaporkan ke Desa untuk diajukan perbaikan ke Bapenda.

"Sudah kita sampaikan, ke komisi B, bahwa kita, bersama pak Bupati, menyampaikan kalau ada yang merasa terlalu tinggi (tarif PBB), silahkan datang ke Desa, untuk melaporkan supaya dilaporkan ke kami, dan kami, turun ke bawah untuk melakukan verifikasi ulang," ujarnya.

"Jadi saya sudah keliling ke 21 Kecamatan, itu sudah saya sampaikan pada seluruh Desa melalui Kasun (Kepala Dusun), itu saya minta untuk segera, mendata. Mana-mana yang terlalu tinggi, mana-mana yang terlalu rendah," tuturnya.

Hartono mengatakan bahwa pada penetapan tarif PBB yang kemarin dikeluarkan dan diserahkan ke masing-masing Desa, terdapat beragam kesalahan.

"Jelas ada kesalahan, mungkin salah ketik, mungkin salah penentuan, mungkin salah hitung, sehingga nanti kita betulkan, dan kami juga punya waktu 6 bulan sampai Juni, tetapi kami masih punya waktu panjang," ujarnya.

Tak hanya itu, Hartono mengaku bahwa nantinya untuk proses perbaikan SPPT yang dikeluhkan masyarakat, akan dilakukan dengan mekanisme secara masal.

"Nanti mulai bulan Mei, itu akan pendataan masal, yang akan dilakukan oleh pihak Desa," katanya.

Ia pun menegaskan bahwa seluruh hasil appraisal yang ada di SPPT yang tersebar di masyarakat saat ini, hasilnya masih belum valid, dan perlu dilakukan pendataan ulang.

"Jadi hasil appraisal itu, tentu saja, tidak seluruhnya benar. Ya namanya appraisal mungkin bisa salah ketik, salah hitung, dan salah menentukan, yang depan taruh belakang, yang belakang taruh depan, bisa saja terjadi, sehingga nanti kita betulkan, dengan dasar bersama Desa," tutur Hartono.

"Nantinya di berita acara akan ada Desa, pemohon, yang merasa keberatan, nanti kita akan lihat harga rata-rata pasarnya di situ berapa," kata Hartono.

Hartono mengaku bila kenaikan besaran tarif PBB yang hari ini dikeluhkan hampir sebagian masyarakat di Jombang, bukanlah kebijakan dari pemerintah pusat, namun itu kebijakan dari Pemerintah Kabupaten Jombang.

"Jadi kenaikan (tarif PBB) itu tidak ada unsur (dari) pusat (Pemerintah), tiap kabupaten beda (besaran tarif PBB), tetapi undang-undangnya sama, undang-undang nomor 1 tahun 2022," ujar Hartono.

Ia pun kembali menegaskan bila ada besaran tarif PBB yang naik drastis hingga 300 sampai 500 persen, itu adalah murni adanya kesalahan dari appraisal.

"Yang terjadi kenaikan tajam (tarif PBB), berarti itu ada kesalahan terkait dengan NJOP nya, jadi namanya kesalahan seperti yang tadi saya sampaikan, bisa salah ketik, bisa salah hitung, bisa salah penempatan, dan atas kesalahan itu kami masih menerima, untuk dilakukan verifikasi ulang. Jadi naiknya itu bukan karena apa, kalau naik tajam, itu jelas ada kesalahan ya," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Jombang, Sunardi membenarkan ada beberapa kesalahan yang nantinya bisa diselesaikan dengan cara lapor ke Desa atau bisa langsung ke Bapenda.

"Jadi tadi kita sudah dijelaskan sangat panjang dengan Bapenda, pada dasarnya kita menanggapi keluhan masyarakat yang naik tajam, dan dari laporan Bapenda itu memang ada titik-titik kesalahan yang mungkin bisa diselesaikan dengan cara, lapor ke Desa, juga bisa langsung ke Bapenda, tapi harus disertai Desa karena yang lebih pas, karena tau akar permasalahannya," ujar Sunardi.