Perlindungan Indikasi Geografis Apel Kota Batu Demi Selamatkan Potensi Ekonomi Lokal

Rapat DJKI dan Pemkot Batu
Sumber :
  • VIVA Malang / Galih Rakasiwi

Batu, VIVA – Pemkot Batu menggelar rapat koordinasi bersama Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) untuk membahas upaya perlindungan Indikasi Geografis (IG) bagi Apel Kota Batu. Rapat yang berlangsung di Ruang Rapat Utama, Balai Kota Among Tani, Kota Batu, ini dipimpin langsung oleh Penjabat Wali Kota Batu, Aries Agung Paewai.

Dalam rapat tersebut, Aries mengurai sejumlah permasalahan yang menghambat proses pendaftaran IG untuk Apel Kota Batu. Beberapa kendala yang diidentifikasi antara lain belum tercapainya kesepakatan mengenai kepemilikan IG, belum lengkapnya persyaratan administratif, serta kurangnya keterlibatan seluruh petani apel dalam proses ini.

IG Apel Kota Batu memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan nilai jual dan daya saing produk lokal. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, kita perlu menyelesaikan beberapa permasalahan yang ada saat ini,” ujarnya, Selasa, 15 Oktober 2024.

Aries menegaskan bahwa apel merupakan produk unggulan daerah dengan nilai ekonomis yang signifikan. Oleh karena itu, perlindungan IG menjadi penting untuk memastikan kualitas dan kekhasan Apel Kota Batu tetap terjaga. 

“Apel Kota Batu memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi produk unggulan dengan nilai tambah yang tinggi. Dengan mendapatkan perlindungan Indikasi Geografis (IG), apel dapat dipasarkan secara lebih luas dan meningkatkan pendapatan petani. Jika kita tidak menjaga dan mengembangkan potensi ini, kita akan kehilangan peluang untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi Kota Batu,” ujarnya.

Proses perlindungan IG tidak hanya bertujuan menjaga kualitas produk, tetapi juga melindungi hak petani dan meningkatkan perekonomian lokal. Sayangnya, kondisi Apel Kota Batu saat ini justru mengalami tekanan berat. 

"Banyak petani yang merasa rugi karena biaya produksi apel lebih tinggi dibandingkan hasil panen yang mereka peroleh. Hal ini menyebabkan sejumlah petani beralih ke komoditas lain seperti jeruk, yang dianggap lebih menguntungkan," katanya.