Keren, Londi Jadi Pelopor Bisnis Laundry dengan Teknologi IoT di Indonesia

Founder Londi Laundry, Mas Fredo Prima Yudha.
Sumber :
  • Viva Malang/Uki Rama

Malang – Di era modern banyak masyarakat yang mengandalkan mesin dalam membantu aktifitas sehari-hari. Cuci baju adalah aktifitas rutin yang dilakukan oleh semua orang. Mengandalkan jasa pencucian baju atau laundry adalah aktifitas yang umum di kota-kota besar. 

Usai Sidak Sembako Wali Kota Malang Buka Opsi Aktifkan WTI Untuk Kendalikan Harga

Peluang ini ditangkap oleh Mas Fredo Prima Yudha. Pemuda berusia 35 tahun ini merintis usaha laundry yang menggunakan teknologi canggih. Usaha tersebut bernama Londi Laundry yang sudah berdiri sejak tahun 2019 lalu.

Disini pelanggan mengandalkan teknologi dalam semua pengoperasianya. Pelanggan cukup datang membawa pakaian. Lalu ditimbang setelah mengetahui berat pakaian, pelanggan akan diarahkan ke mesin laundry yang sesuai kebutuhan. 

Indosat Jamin Jaringan Internet di Malang Raya saat Mudik Lebaran 2025 Lancar

Disitu akan muncul harga yang harus dibayar oleh pelanggan. Disini tidak ada pembayaran uang tunai, semua dilakukan dengan pembayaran digital melalui QRIS atau e-walllet. Sslanjutnya mesin akan berjalan otomatis dengan sistem teknologi Internet of Things (IoT) dalam pengoperasiannya. 

"Saya adopsi self service dari luar negeri ini dengan menggunakan teknologi payment. Kebetulan saya adalah founder start up PT Ada Ide Langsung Jalan. Disitu kita punya produk Smartlink dengan alat SnapBridge. Seluruh pembuatnya dari Malang, kita desain sendiri. Jadi ini inovasi produk lokal Malang," kata Fredo, Sabtu, 16 September 2023.

DPRD Kota Malang Desak Pemkot Stabilkan Harga Cabai Usai Temukan Kesenjangan Harga

Teknologi operasional laundry diciptakan oleh Fredo melalui aplikasi Smartlink dengan menggunakan alat bernama SnapBridge. Ini adalah usaha laundry dengan menggunakan sistem IoT pertama di Indonesia. 

Alasan menciptakan ini dia ingin pelanggan tidak ribet. Pelanggan juga akan nyaman karena didukung dengan perkembangan teknologi saat ini. Sementara untuk mesin laundy dia beli dari Korea Selatan dan Amerika Serikat. Di mesin ini dia tanam chip agar dapat beroperasi otomatis melalui sambungan internet atau server yang sudah ada.

"Tinggal gunakan e-wallet, konsumen duduk dan menunggu satu jam beres. Begitu juga proses pengeringan. Semua selesai dan tinggal dilipat saja, gak perlu dijemur. Jadi enak, tinggal scan, duduk aja, sudah. Konsumen tidak perlu interaksi dengan mesin," ujar Fredo. 

Di Londi Laundry yang berada di Jalan Cengkeh, Kota Malang terdapat dua jenis mesin, pertama untuk muatan maksimal 7 kilogram dan kedua mesin dengan muatan maksimal 14 kilogram. Harga yang ditawarkan cukup ramah dikantong dimana per kilogramnya dipatok Rp2 ribu. 

"Kita juga buka 24 jam non stop. Untuk pengering biaya 7 kilogram Rp20 ribu dan 14 kilogram Rp35 ribu tergantung menitnya. Ada juga yang Rp3.500 untuk 5 menit pengeringan," tutur Fredo. 

Fredo menuturkan bahwa mereka membuka peluang kolaborasi dengan sistem Franchise. Kini sudah ada tiga cabang di Malang yang berada di Jalan Tirto Utomo, Dau Kabupaten Malang, Jalan Sigura-gura, Kota Malang dan Jalan Cengkeh, Kota Malang. Kemudian, satu cabang lagi berada di Jawa Tengah, tepatnya di Jalan Durian Raya, Srondol Wetan, Kota Semarang.

Empat cabang tersebut merupakan milik para investor yang seluruh manajerial Operasional dilakukan oleh Londi melalui PT Laundri Digital Indonesia. Untuk caranya, investor cukup menginvestasikan setidaknya Rp500 juta dengan penyesuaian value dan mesin operasional yang digunakan.

"Mulai pegawai, operasional toko, training dan lainnya semua sampai mesin itu kita yang pegang. Investor cukup membayar, menyiapkan tempat, air dan listrik saja. Nantinya untuk keuntungan tentu bagi hasil. Omzet setelah dipotong biaya operasional dan biaya sewa sampai bersih, itu yang dibagi. Manajemen 30 persen, investor 70 persen," kata Fredom 

Dari keempat toko yang telah beroperasi, setidaknya kini setiap toko bisa tembus 300 sampai 400 nota transaksi. Untuk di Malang sendiri, memang 80 persen didominasi oleh mahasiswa. Sedangkan di Semarang, 50 persen keluarga dan 50 persen mahasiswa.

"Untuk yang mau join bisa tanya ke kami melalui akun instagram @londi_official. Kami sangat terbuka dengan kolaborasi ini. Karena keuntungan bisa mencapai Rp120 juta lebih perbulan," ujar Fredo. 

Sementara itu, salah satu pelanggan adalah mahasiswa Universitas Brawijaya asal Jakarta bernama Niha Maritsa (19 tahun). Dia senang dengan fasilitas dan teknologi yang ditawarkan oleh Londi Laundry. Menurutnya dengan mengandalkan teknologi mencuci baju menjadi simpel dan tidak ribet.

"Mudah banget. Ini baru pertama kali. Ternyata tinggal bayar pakai QRIS mesin sudah jalan sendiri saya hanya nunggu sambil duduk. Tempatnya juga adem dan luas. Nyaman di sini nyuci sendiri tidak ribet dan langsung kering. Kita tinggal ngelipet terus bawa pulang selesai," kata Niha.