Kemarau Panjang Melanda, Warga Di Jombang Gelar Tradisi Ujung untuk Turunkan Hujan

Tradisi ujung yang dilakukan masyarakat Desa Mundusewu.
Sumber :
  • Elok Apriyanto / Jombang

Jombang, VIVA – Musim kemarau panjang terjadi di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kemarau panjang membuat sejumlah masyarakat kelimpungan terutama para petani. 

Gudang Produksi Krupuk di Jombang Terbakar, Kerugian Capai Ratusan Juta Rupiah

Ada sebuah tradisi unik yang biasa dilakukan masyarakat Desa Mundusewu, Kecamatan Bareng, untuk mengatasi kemarau. Mereka biasanya menggelar tradisi ujung

Kepala Desa (Kades) Mundusewu, Anisa mengatakan, warga Desa Mundusewu, sejak jaman nenek moyang hingga sekarang, kalau tidak ada hujan akan didakan tradisi ujung.

Dua Kendaraan Terlibat Laka dengan Pejalan Kaki di Jombang, 2 Orang Luka

"Dimana tradisi ujung ini dilaksanakan salah satunya untuk meminta hujan agar segera turun karena sudah lama tidak hujan di Desa Mundusewu ," ujar Anisa, Minggu, 27 Agustus 2023.

Ia pun berharap, setelah dilaksanakannya tradisi warisan leluhur musim kemarau panjang ini, bisa berakhir. Tradisi ini 3 tahun tidak digelar saat musim kemarau karena Pandemi COVID-19. 

H-2 hingga H+2 Lebaran, Volume Sampah di Jombang Menggunung

"Ini tradisi lama di Desa Mundusewu untuk melestarikan budaya leluhur untuk kegiatan ujung ini agar cepat turun hujan dan petani bisa bercocok tanam karena ini kemarau panjang," ujar Anisa. 

Sementara itu, di lokasi acara tradisi ujung, terlihat ratusan pengunjung memadati lokasi berlangsungnya acara tradisi ujung yang diadakan Pemerintah Desa Mundusewu tersebut. 

Tampak para peserta ujung antusias mengikuti kegiatan ujung ini. Baik usia tua, maupun muda ikut berpartisipasi mengikuti tradisi ujung.

Padahal, dibutuhkan keberanian untuk mengikuti tradisi ujung ini. Karena peserta ditantang untung berlaga dengan memegang rotan dan saling pukul bergantian antar peserta.

Tak jarang, peserta tradisi ujung akan mengalami luka lecet di punggung akibat pukulan rotan.

"Meskipun bandan lecet-lecet akibat terkena pukulan rotan, saya merasa bangga dan senang bisa ikut meramaikan tradisi ujung ini dan berharap supaya tradisi ujung ini tidak punah," tutur Supriyono (47 tahun), salah satu peserta tradisi ujung.