Indonesia Targetkan Emisi Gas Rumah Kaca Pada 2030 Turun 29 Persen

Rektor Universitas Brawijaya (UB), Prof. Widodo
Sumber :
  • Viva Malang

MalangEmisi Gas Rumah Kaca (GRK) menjadi isu utama sejumlah negara di dunia. Berbagai upaya dilakukan agar emisi Gas Rumah Kaca dapat terus ditekan demi terciptanya iklim yang sehat bagi manusia di bumi. 

CJH Jombang Mulai Jalani Vaksin Meningitis dan Polio

Keseriusan pemerintah Indonesia untuk berkontribusi dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim ditunjukan dengan dikeluarkannya berbagai regulasi dan instrumen serta menjalankan berbagai langkah strategis, yang semuanya bertujuan untuk mengendalikan emisi GRK.

Salah satu diantaranya, yang terbaru, adalah yang terkait dengan Tatalaksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon yang diatur melalui Permen LHK No 21/2022, 21 Oktober 2022 sebagai aturan pelaksanaan dari Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon.

DPRD Kritik Kebijakan Pemkot Batu yang Berpihak ke Jukir Dibanding Masyarakat

Pemerintah Indonesia bertekad menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca sampai tahun 2030 sebesar 29 persen. Dan optimis bisa mencapai 41 persen jika mendapat bantuan dari dunia internasional. 

Perguruan Tinggi diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran dan aksi nyata dalam menurunkan emisi GRK. Institute of Certified Sustainability Practicioners (ICSP), dengan National Center for Corporate Reporting (NCCR) dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) menggelar Seminar Nasional Keberlanjutan, dengan mengusung tema Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Melalui Mekanisme Nilai Ekonomi Karbon (NEK), pada Sabtu 14 Januari 2023. 

Ramainya Kota Batu di Libur Lebaran Tak Sebanding dengan Perolehan Pendapatan Parkir Tepi Jalan

Rektor Universitas Brawijaya, Prof Widodo mengatakan, pihaknya berupaya aktif melakukan konservasi dalam pengelolaan hutan salah satunya di kawasan UB Forest seluas 544 hektare di Karangploso, Kabupaten Malang. Di UB Forest 50 persen lahan digunakan untuk hutan produksi dan 50 persen untuk hutan lindung. 

"Tujuannya adalah untuk kelestarian alam itu, kemudian juga untuk buffering dari penyerapan air hujan dan juga untuk mencegah erosi ya yang ada di daerah situ. Kalau kita lihat di Google Maps yang warnanya hijau, yang di luar kita bisa lihat itu warnanya sudah tidak hijau," kata Prof Widodo. 

Di UB Forest tanaman didominasi oleh pohon pinus dan mahoni. Ke depan, bila pepohonan yang ada waktunya dipotong, pihaknya berencana akan menanam dengan tanaman pohon yang memiliki daya serap karbon lebih besar. 

"Untuk menggantinya ini perlu nanti dipikirkan bersama apa yang memiliki daya serapan karbon yang lebih besar. Kita memikirkan namanya Polonia yang mempunyai serapan yang besar, itu issue culture dari Eropa, tapi perlu research lanjutan," ujar Prof Widodo. 

Sebagai langkah kongkrit Universitas Brawijaya memiliki program menanam pohon melalui kegiatan mahasiswa mengabdi di seribu desa. Targetnya dapat menanam pohon sebanyak 1 juta bibit secara bertahap.

"Kemudian kita mencoba melakukan banyak inovasi di perguruan tinggi, banyak teman-teman melakukan riset dan inovasi, seperti bagaimana mengolah sampah yang bisa menjadi energi, kemudian penelitian-penelitian terkait tentang energi terbarukan ya Green Energy," tutur Prof Widodo.