Pertumbuhan ekonomi Indonesia Bakal Lebih Baik Dibanding Negara G20
- pixabay
Malang – Mendekati akhir tahun 2022 ini, kondisi perekonomian di Indonesia masih menunjukkan iklim positif. Berdasarkan laporan Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF), pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022 diproyeksikan lebih baik dibandingkan beberapa Negara G20.
Di antaranya yaitu, Amerika Serikat dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 1,6 persen, Jerman 1,5 persen, Jepang 1,7 persen, UK 3,6 persen, Brazil 2,8 persen, dan Meksiko 2,1 persen.
Sementara, terkait World Economic Outlook 2022 dan 2023, pertumbuhan ekonomi diprediksi berada di angka 5,3
dan diprediksi akan turun menjadi 5,0 persen pada 2023. Angka ini masih lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN secara keseluruhan yang diproyeksikan berada di angka 4,9 persen pada 2023.
"Mencermati laporan IMF, perekonomian Indonesia masih berada di level yang relatif baik. Bahkan IMF menyebut Indonesia akan menjadi titik terang saat perekonomian global gelap," kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Edy Priono dilansir dari Viva.co.id.
Lebih lanjut, Edy menyebut, saat ini, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi dengan kondisi stabilitas politik dan ekonomi yang kuat. Meski demikian, Edy mengingatkan agar pemerintah dan otoritas terkait tidak mudah terlena.
"Kami akan terus bersinergi untuk menerapkan berbagai kebijakan, yang dapat menjaga perekonomian dari dampak risiko global," ujarnya.
Sementara, dari sisi kebijakan fiskal, pemerintah telah menyalurkan bantuan berupa Bantuan Subsidi Upah (BSU), Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM, dan pemanfaatan dua persen Dana Transfer Umum.
Selain itu, pemerintah juga meneruskan dukungan bantuan sosial yang sudah ada. Seperti program keluarga harapan, bantuan pangan non tunai yang didukung konvergensi program bantuan sosial, serta pembenahan data penerima bantuan sosial.
"Kebijakan ini untuk menanggulangi dampak inflasi di Indonesia," kata Edy.
Sementara dari sisi moneter, Bank Indonesia (BI) telah melakukan peningkatan suku bunga acuan, dan beragam instrumen pengendalian nilai tukar rupiah.
"Saat ini juga disiapkan berbagai kebijakan di lembaga jasa keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," ujarnya. Sebagai informasi, berdasarkan laporan World Economic Outlook 2022-2023, IMF telah mengingatkan, jika perekonomian global akan mengalami tantangan yang berat. Inflasi diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan beberapa dekade terakhir, yang menyebabkan pengetatan keuangan di banyak negara.
Selain itu, IMF juga mengingatkan konflik Rusia-Ukraina dan pandemi COVID19, yang tidak dapat diprediksi kapan akan berakhir. Keduanya dinilai telah berkontribusi negatif terhadap outlook ekonomi global.
Sementara, permintaan agregat akan turun, dan berimplikasi pada penurunan pertumbuhan ekonomi. IMF memperkirakan, pertumbuhan ekonomi global turun dari 6,0 persen pada 2021 menjadi 3,2 persen pada 2022, dan 2,7 persen pada 2023. Pertumbuhan ekonomi tersebut menjadi yang terendah sejak 2001 kecuali saat krisis keuangan global dan puncak pandemi COVID19.