Rakornas PKBSI : Kolaborasi Lembaga Konservasi untuk Pelestarian Satwa Berkelanjutan

Rakornas PKBSI di Klub Bunga Theme Park Hotel
Sumber :
  • VIVA Malang (Galih Rakasiwi)

Batu, VIVA – Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI) menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) dihadiri 150 peserta dari Aceh hingga Papua, mewakili 58 lembaga konservasi yang berkomitmen dalam menjaga kelestarian satwa di Klub Bunga Theme Park Hotel, Kota Batu, pada 19-22 November 2024. 

Ketua PKBSI, Dr. H. Rahmat Shah, menekankan pentingnya kolaborasi dalam pelestarian satwa. Pasalnya, satwa adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak ternilai. Kita harus menyadari bahwa Indonesia adalah negara terkaya kedua di dunia dalam hal flora dan fauna, diketahui populasinya mencapai 50 persen di seluruh dunia.

"Namun, kesadaran terhadap pentingnya kekayaan ini masih kurang. Lembaga konservasi adalah benteng terakhir untuk mencegah kepunahan dan melestarikan satwa, baik di habitat alami (in situ) maupun di luar habitat alami (ex situ)," ujarnya.

Rahmat menyebutkan keberhasilan PKBSI dalam pelestarian beberapa satwa langka sudah cukup luar biasa. Harapannya Rakornas PKBSI 2024 bisa menjadi tonggak penting dalam memperkuat komitmen semua pihak untuk pelestarian satwa, sekaligus mendorong regulasi yang mendukung keberlanjutan lembaga konservasi di Indonesia.

"Dulu, jalak Bali hampir punah dengan harga mencapai Rp 20 juta per ekor. Kini, populasinya meningkat, bahkan nilainya jauh lebih terjangkau. Ini menunjukkan keberhasilan edukasi dan konservasi," ujarnya.

Selain itu, PKBSI juga terus mendorong penangkaran dan pelepasliaran satwa endemik. Beberapa satwa seperti harimau Sumatera, gajah, dan komodo telah berhasil dikembangbiakkan di lembaga konservasi dan siap dilepasliarkan kembali ke habitatnya.

"Lembaga konservasi adalah tempat perlindungan terakhir bagi satwa langka. Jika suatu hari satwa ini punah di alam liar, kita masih memiliki cadangan untuk mengembalikan mereka ke habitatnya," tuturnya.

Rahmat mengatakan lembaga konservasi juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan. Ada 23.000 pekerja di sektor ini yang mengelola lebih dari 4.900 jenis satwa dan mampu menjadi tempat hiburan yang sehat dan edukatif. Lembaga konservasi juga mendukung masyarakat sekitar melalui peluang usaha, seperti kuliner, souvenir, dan jasa lainnya.

"Untuk itu dalam Rakornas ini, PKBSI merancang usulan undang-undang konservasi yang akan diajukan kepada pemerintah dan parlemen," katanya.

Tujuannya untuk mendapatkan alokasi dana dari APBN demi keberlanjutan lembaga konservasi. Pasalnya, biaya operasional, terutama untuk pakan satwa, sangat besar. 

"Kami berharap pemerintah memberikan dukungan, misalnya melalui dana APBD atau mekanisme lain," ujarnya.

PKBSI menyampaikan keberatan terhadap Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen yang dinilai memberatkan. Karena, sejauh ini, konservasi satwa memiliki kontribusi sosial yang tinggi. 

"Semoga dari aspirasi yang nanti kita sampaikan pemerintah bisa mempertimbangkan pengecualian pajak bagi lembaga konservasi," kata Ketua PMI Sumatera Utara ini.

Sementara itu, Perwakilan Jatim Park Group, Rio Imam Sendjojo juga menyoroti pentingnya dukungan regulasi pemerintah untuk keberlangsungan lembaga konservasi yang selalu menghadapi berbagai tantangan yang memerlukan kolaborasi dan dukungan, termasuk dalam aspek pembiayaan.

"Lembaga konservasi berperan penting sebagai benteng terakhir dari kepunahan satwa liar, baik yang endemik maupun eksotik. Ketika satwa tertentu tidak lagi ditemukan di alam liar, kita masih memiliki cadangan di lembaga konservasi untuk direhabilitasi dan dilepasliarkan kembali," ujarnya.

Rio menegaskan bahwa hingga saat ini sebagian besar lembaga konservasi masih bergantung pada iuran anggota dan pendapatan dari pengunjung. 

"Selama ini, pendanaan kami sangat bergantung pada pengunjung. Namun, dalam situasi tertentu menjadi tantangan besar, seperti saat pandemi kemarin," katanya.

Rio menambahkan perlunya regulasi khusus yang mendukung lembaga konservasi melalui undang-undang yang memungkinkan lembaga konservasi mendapatkan bantuan dari APBN melalui Kementerian Keuangan. 

"Apalagi ada rencana pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen. PPN ini menjadi beban tambahan bagi lembaga konservasi. Kami berharap pemerintah mempertimbangkan dampak sosial dan ekologis dari keberadaan lembaga ini, serta memberikan pengecualian pajak," katanya.

Sebab, lembaga konservasi memiliki misi penting dalam menjaga populasi satwa langka.

"Contohnya, kita memiliki harimau Sumatera, gajah, dan beberapa spesies endemik lainnya. Jika suatu hari mereka punah di alam liar, kita masih memiliki populasi di lembaga konservasi untuk dikembangbiakkan dan dilepasliarkan kembali ke habitatnya," tuturnya.

Dengan Rakornas PKBSI ini, diharapkan muncul langkah konkret untuk mendukung lembaga konservasi, termasuk melalui kebijakan pemerintah dan sinergi dengan berbagai pihak.

"Konservasi bukan hanya tanggung jawab lembaga, tetapi tanggung jawab bersama. Kita butuh kolaborasi yang lebih erat untuk memastikan kelestarian satwa bagi generasi mendatang," tuturnya.