Jaringan Gusdurian: Penyalahgunaan Kekuasaan Ancaman Terhadap Integritas dan Martabat Pemilu

Alissa Wahid membacakan pernyataan sikap Jaringan Gusdurian.
Sumber :
  • Dok. Jaringan Gusdurian

Malang, VIVA Jaringan Gusdurian turut menyampaikan pernyataan sikap sebagai respon atas dinamika politik di Indonesia jelang Pemilu 2024 yang akan digelar serentak pada 14 Februari 2024.

Sebagaimana dalam pernyataan sikapnya, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid menjelaskan bahwa Pemilu adalah prosedur pergantian kepemimpinan secara demokratis.

Dalam Pemilu, diterangkan Alissa Wahid, suara rakyat adalah instrumen legitimasi sekaligus untuk memastikan proses peralihan kekuasaan berlangsung damai, terbuka, adil dan bermartabat.

”Karena itu, keseluruhan proses pemilu harus transparan, akuntabel dan tak partisan, sehingga hasilnya mendapat kepercayaan penuh dari publik,” kata Alissa Wahid saat membacakan pernyataan sikap Jaringan Gusdurian di Griya Gusdurian, Yogyakarta, pada Jumat, 9 Februari 2024.

Namun, Alissa Wahid mengungkapkan, selama masa kampanye Pemilu 2024 sampai dengan 8 Februari 2024, Gardu Pemilu yang diinisiasi oleh Jaringan Gusdurian mencatat adanya 105 dugaan pelanggaran pemilu.

Dari 105 dugaan pelanggaran pemilu tersebut, dia menyebutkan, 58 diantaranya terkait dengan penyalahgunaan wewenang penyelenggara negara. ”Kondisi ini adalah ancaman terhadap integritas dan martabat Pemilu,” ungkapnya.

Menyikapi kondisi itu, dia mengatakan, Jaringan Gusdurian bertekad untuk turut mengoreksi dan mengawal proses politik elektoral agar sejalan dengan nilai perjuangan Gus Dur yang meletakkan kemanusiaan di atas kepentingan politik.

Oleh karena itu, Alissa Wahid mengungkapkan, Jaringan Gusdurian bersama sejumlah tokoh agama dan masyarakat menyampaikan pernyataan sikap merespon kondisi politik jelang Pemilu 2024, antara lain:

  1. Kami menyayangkan terjadinya sejumlah dugaan pelanggaran yang terjadi sebelum dan selama masa kampanye terbuka Pemilu 2024, seperti pelanggaran netralitas pejabat dan aparat negara, penyalahgunaan sumber daya negara, kekerasan berbasis politik, penyebaran hoaks, misinformasi, serta disinformasi, serta perbuatan yang merendahkan martabat. Penting untuk memastikan dugaan pelanggaran tidak lagi terjadi.
  2. Kami menuntut para penyelenggara negara dari pusat hingga daerah, khususnya Presiden sebagai kepala negara, para penegak hukum, TNI-POLRI, dan kejaksaan, untuk tetap menjaga integritas, kejujuran, dan sikap netral agar proses politik pemilu dapat berlangsung dengan demokratis, jujur, adil, dan bermartabat. Penyalahgunaan kekuasaan dalam pemilu adalah penanda akan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan setelah pemilu.
  3. Kami mengajak masyarakat untuk menggunakan hak politiknya dengan memilih sesuai dengan hati nurani atas pertimbangan rekam jejak, bukan karena intimidasi, paksaan, maupun iming-iming berupa materi.
  4. Kami meminta para penyelenggara Pemilu untuk menjaga integritas, keadilan, dan profesionalisme selama penyelenggaraan pemilu. Pelanggaran etika sebagaimana telah diputuskan DKPP telah dilakukan oleh KPU tidak boleh terulang karena penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran etika hanya akan merusak integritas pemilu dan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara, yang berujung pada kepercayaan publik terhadap legitimasi hasil Pemilu.
  5. Kami mengajak para tokoh agama untuk tetap menjadi teladan moral serta turut mengawal penyelenggaraan Pemilu agar tetap berpijak pada moralitas, etika, nilai-nilai kejujuran, dan kemanusiaan. Pemuka agama juga menjalankan peran untuk membimbing umatnya untuk ikut menjaga Pemilu dalam berbagai bentuk, mulai dari menghindari ujaran kebencian hingga terlibat pengawasan Pemilu di lingkungan masing-masing.
  6. Kami mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bersama-sama mengawal dan memastikan bahwa Pemilu 2024 berlangsung secara adil, bersih, jujur, dan bermartabat, sesuai dengan semangat demokrasi dan konstitusi.
  7. Kami mengimbau semua pihak untuk menjaga situasi damai dan mencegah segala potensi konflik kekerasan.