Cerita Perjuangan Petani di Jombang, Tanam Padi pada Musim Kemarau
- Elok Apriyanto / Jombang
Jombang, VIVA – Memasuki musim tanam ke dua tanaman padi pada musim kemarau, petani di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, harus merogoh kocek lebih dalam. Karena membengkaknya ongkos tanam.
Meski demikian, tidak semua petani di kota santri, harus mengeluarkan biaya yang banyak untuk ongkos tanam. Seperti yang dilakukan Putut Imajudin (43 tahun) petani Desa Pojokkulon, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang.
Agar tak mengeluarkan biaya yang banyak untuk keperluan irigasi tanaman padi, ia membuat pompa air dari listrik.
"Saat ini musim tanam kedua atau musim gadu. Biaya awal tanam itu ada pembengkakan, untuk banon seratus, itu biayanya sekitar Rp1.300.000," kata Putut, Jumat 21 Juli 2023.
"Pengeluaran Rp1.300.000 itu, untuk keperluan biaya awal seperti traktor, bibit, cabut bibit, terus tanam, mamin dan lain-lain," ujarnya.
Ia mengaku pada saat tanam pada musim kemarau, seperti saat ini, kendala para petani pasti mengenai kesulitan mendapatkan air untuk irigasi.
"Kalau musim gadu ini masalah air kan kesulitan, otomatis air itu mesti kekurangan. Model tanam di sini kan ada yang tetap mengandalkan irigasi teknis," tuturnya.
Ia mengaku pemanfaatan saluran irigasi teknis di wilayah Desanya, terkendala waktu.
"Cuman irigasi teknis di sini itu waktu gilirannya terlalu lama, sekitar 15 hari. Itu kalau pasti, kadang ada keterlambatan juga," kata Putut.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, biasanya para petani memanfaatkan mesin diesel yang berbahan solar.
"Memang sebagian menggunakan saluran irigasi teknis, tapi ya tetap menggunakan pompanisasi. Karena ada juga yang tidak dapat irigasi teknis. Sehingga menggunakan pompanisasi full," ujarnya.
Di Desa Pojokkulon, para petani menggunakan beragam metode pompanisasi. Mulai dari mesin diesel berbahan solar, bensin dan lain sebagainya. Termasuk pompa air bertenaga listrik miliknya.
"Pompanisasi di sini kan ada yang menggunakan mesin diesel bensin, solar, nah sekarang muncul ada pompa air tenaga listrik," tuturnya.
Ia mengaku, untuk membuat pompa air tenaga listrik itu, memang dibutuhkan biaya yang cukup lumayan di awal pembuatan. Namun, setelah jadi dan bisa dioperasikan, biaya yang dapat dihemat cukup lumayan.
"Awalnya memang lumayan besar, cuman selanjutnya lebih ringan biayanya. Kalau belum punya sumur di sawah, itu biaya pasangnya nyampe Rp8.700.000, itu awal ya," katanya.
"Kalau selanjutnya, pakai pulsa listrik kan lebih irit. Itu otomatis daripada yang memakai tenaga solar atau bensin," ujarnya.
Sehingga, sambung Putut untuk tanam padi pada musim kemarau seperti saat ini, dipastikan biaya tanam padi lebih ringan.
"Ya jelas lebih ringan biayanya, karena irigasinya lebih irit. Kalau sehari pakai pompanisasi tenaga listrik, habis sekitar Rp40.000. Kalau pakai solar itu bisa sampai Rp70.000,. Kan ada selisih," tuturnya.
Untuk itu, pada musim panen padi, di luasan lahan 1 hektare. Ia mampu mendapatkan keuntungan yang cukup banyak.
"Satu hektare itu bisa menghasilkan padi sekitar 7 ton. Itu kalau normal gak ada gangguan hama. Ya normal ada hama tapi gak fatal," katanya.
Dan pada musim gadu seperti saat ini, ada banyak gangguan yang dialami petani. Sehingga membutuhkan pemupukan hingga 3 sampai 4 kali.
"Otomatis biaya yang musim gadu ini pemupukannya bisa 3 sampai 4 kali. Tapi kan gangguan tanaman ada, terus airnya juga tidak mencukupi, karena faktor cuaca," ujarnya.