Polresta Malang Kota Kembali Tetapkan 1 Tersangka Kasus TPPO Calon Pekerja Migran

AB saat digelandang di Mapolresta Malang Kota
Sumber :
  • VIVA Malang / Uki Rama

Malang, VIVAPolresta Malang Kota kembali menetapkan 1 tersangka dalam kasus tindak pidana perdagangan orang. Tersangka adalah, AB seorang perempuan berusia 34 tahun warga Jodipan, Kota Malang.

AB terseret dalam kasus TPPO calon pekerja migran Indonesia (CPMI) ilegal di wilayah Kecamatan Sukun yang terungkap pada November 2024 lalu. Saat itu ada dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka mereka seorang perempuan berinisial HNR (45 tahun) warga Ampelgading, Kabupaten Malang, dan tersangka kedua seorang pria berinisial DPP (37 tahun), warga Sukun, Kota Malang. 

"Pemeriksaan tersangka hari kamis kemarin 23 Januari 2025. Satreskrim sudah melakukan pemeriksaan ke AB setelah itu ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan," kata Kasi Humas Polresta Malang Kota, Ipda Yudi Risdianto, Kamis, 6 Februari 2025. 

AB berperan aktif dalam operasional PT yang legalitasnya tidak lengkap. AB berperan aktif di wilayah Kedungkandang Kota Malang. Setelah melakukan pemeriksaan saksi dan gelar perkara AB akhirnya ditetapkan tersangka dan kini ditahan di Mapolresta Malang Kota. 

"Berdasarkan keterangan AB bersangkutan berperan sebagai penjemput CPMI. Dari keterangan itu, saudara AB telah berperan aktif di wilayah Kedungkandang, Kota Malang," ujar Yudi.

Kasus ini bermula dari laporan seorang perempuan berinisial HN (21 tahun) yang merupakan CPMI asal Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Ia mengaku dianiaya oleh HNR, yang sekaligus adalah majikannya.

"HN melaporkan bahwa ia dipukul, dijambak, dan sempat mengalami trauma psikis hingga harus dirawat di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Kota Malang. Penganiayaan itu diduga terjadi karena HN tidak sengaja menyebabkan anjing peliharaan milik HNR mati. Dari laporan tersebut, kami langsung melakukan penyelidikan untuk memberikan keadilan kepada korban," kata Kapolresta Malang Kota Kombes Pol Nanang Haryono saat pers rilis pada Jumat, 11 November 2024 kemarin. 

Dari hasil penyelidikan penganiayaan itu, Satreskrim Polresta Malang Kota menemukan fakta bahwa Rumah milik HNR ternyata digunakan sebagai penampungan CPMI yang terdaftar di PT NSP, sebuah perusahaan yang diketahui tidak memiliki izin resmi untuk menampung calon pekerja migran. 

Penampungan CPMI ini berlokasi di dua perumahan berbeda di Kecamatan Sukun. Saat penggerebekan pada Jumat 8 November 2024, ditemukan 41 CPMI yang sedang ditampung. Setelah memeriksa 47 saksi dan menggelar perkara, polisi menetapkan HNR dan DPP sebagai tersangka. 

"HNR berperan sebagai penanggung jawab tempat penampungan, sementara DPP menjabat sebagai kepala cabang PT NSP wilayah Malang,” tutur Nanang. 

Para CPMI ini sebelumnya mengikuti pelatihan di sebuah Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) di Tangerang selama tiga bulan, sebelum dikembalikan ke PT NSP di Malang. 

Dari hasil penyidikan, ternyata PT NSP tidak memiliki izin untuk mengoperasikan tempat penampungan CPMI. 

Atas perbuatannya HNR ia dijerat Pasal 351 subsider Pasal 352 KUHP dengan ancaman 5 tahun penjara. Selain itu, ia juga dijerat dengan Pasal 2 Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan/atau Pasal 69 dan/atau Pasal 71 Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman 15 tahun penjara. Tersangka DPP dijerat dengan pasal yang sama terkait TPPO.