Kejari Kota Pasuruan Didemo Imbas Vonis Rendah Kasus Penimbunan Solar Susidi Ilegal
- Mochamad Rois / Pasuruan
Pasuruan, VIVA – Sejumlah aktivis di Kota Pasuruan menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Pasuruan. Mereka juga melakukan tetarikal bertopeng badut dan membeber pakaian dalam.
Lakon yang ditampilkan dalam unjuk rasa itu mengkritik kondisi peradilan di Kota Pasuruan yang tidak pro dengan keadilan. Utamanya dalam penanganan kasus penyalahgunaan solar subsidi yang para terdakwanya diputus pengadilan 7 bulan penjara.
Dalam adegan memerankan aksi tetrikal itu, salah seorang aktor yang berperan sebagai cukong yang bisa menguasai sistem penegakan hukum dan mentransaksionalkannya.
Cukong tersebut bahkan digambarkan dengan mudah mengintervensi Jaksa, Hakim dan Pengacara, dengan menyogok amplop dan pakaian dalam wanita.
Di akhir teatrikal, cukong tersebut memberikan obat anti masuk angin kepada aktivis yang memerankan sebagai jaksa, hakim dan pengacara, sebagai simbol agar lembaga peradilan tetap diam dan tidak menyulitkan proses hukum.
"Teaterikal ini berangkat dari keprihatinan atas penanganan kasus solar subsidi. Bicara hukum itu bicara tentang keadilan, kepastian, dan manfaat hukum. Kami melihat, penyidikan, penuntutan, hingga vonis kasus ini sedikit lucu," kata Lujeng Sudarto, salah satu peserta aksi unjuk rasa, di depan Kantor Kejaksaan Negeri Kota Pasuruan pada Selasa, 19 Desember 2023.
Dikatakan Lujeng menurut hasil putusan sidang, terdakwa kasus penyalahgunaan solar subsidi yang diantaranya Abdul Wachid, Bahtiar Febrian Pratama, dan Sutrisno, menjalani vonis ringan atas perbuatannya. Hakim menjatuhkan vonis 7 bulan penjara, sedangkan Jaksa menuntut ketiga terdakwa 10 bulan penjara.
Bagi Lujeng, tidak ada rasa keadilan bagi masyarakat atas vonis rendah tersebut. Yang membuat semakin janggal, mengapa yang didakwa hanya hanya pihak penimbun solar subsidi saja.
"Diawali dari tuntutan Jaksa yang rendah dan ditutup dengan vonis Hakim yang ringan. Selain itu, yang didakwa hanya penimbun solar subsidi saja,” ujarnya.
Lujeng menilai jika seharusnya dalam penanganan kasus tersebut, aparat penegak hukum juga menyeret penyuplai solar subsidi ilegal, dan pembeli solar subsidi ilegal.
Sebagai aktivis, ia pun berharap agar penangana kasus serupa tidak kembali terjadi di masa depan sampai kapan pun.
“Ini ya, peringatan bagi aparat penegak hukum. kami minta jangan transaksional. Ketika hukum itu ditransaksionalkan maka disitu akan muncul ketikadilan. Publik ini tahu BBM Bersubsidi itu milik rakyat, dan kasus penyalagunaan itu terjadi sejak 2016. Ini yang dirugikan adalah rakyat," tuturnya.